Kau boleh ceritakan padaku tentang apa saja,
tapi jangan tentang kerinduanmu padanya,
aku terperangkap dalam senyum piasmu,
ketika senda gurau bercerita,
ternyata kau bukan lelaki.
Kau juga boleh katakan cinta padaku kapan pun kau mau,
tapi jangan katakan bagaimana kau mencintainya
aku tersudut oleh candamu,
bahwa ternyata kau bukan lelaki.
Berada dalam pelukanmu adalah impianku,
sebelum kau ceritakan bagaimana kau memeluknya
hidup ini memang indah dan penuh warna
saat kutahu ternyata kau bukan lelaki.
Aku mungkin akan tenggelam dalam alunan ilusi
andai tak kau lumuri dengan kepalsuan
segera aku menyadari
ternyata kau bukan lelaki
yang kuimpikan.
-MH
Baca Juga: Puisi Basi untuk Sang Maha
Tit
Lea membaca pesan masuk di ponselnya. Dari Lucas.
“Hai, Bro. Ketemuan, yuk. Aku lagi di Jakarta, nih.”
“Boleh. Kapan, di mana, jam berapa?” balasnya singkat sambil meneguk kopi, setelah menghembuskan asap kreteknya keluar jendela.
Pertemuan di blog media sosial mereka akhirnya menjadi sebuah persahabatan, meningkat ke jenjang kopdar alias kopi darat. Padahal kopi sendiri sama saja, sebab kopi ya kopi. Mana ada kopi darat, laut, atau udara.
---
Baca Juga: Monolog Sepatu Bekas
Sudah satu jam Lea mondar-mandir dari café di sudut mall tempat janji temu, berjalan ke mobilnya, balik lagi ke café, kemudian balik ke mobil lagi. Tapi, tak dilihatnya lelaki berbaju biru seperti yang dijanjikan. Akhirnya diputuskannya untuk mengirim pesan.
“Kamu di mana, Luc? Aku udah satu jam nungguin kamu di Toffee Café, nih.”