Pertemuan di blog media sosial mereka akhirnya menjadi sebuah persahabatan, meningkat ke jenjang kopdar alias kopi darat. Padahal kopi sendiri sama saja, sebab kopi ya kopi. Mana ada kopi darat, laut, atau udara.
---
Baca Juga: Monolog Sepatu Bekas
Sudah satu jam Lea mondar-mandir dari café di sudut mall tempat janji temu, berjalan ke mobilnya, balik lagi ke café, kemudian balik ke mobil lagi. Tapi, tak dilihatnya lelaki berbaju biru seperti yang dijanjikan. Akhirnya diputuskannya untuk mengirim pesan.
“Kamu di mana, Luc? Aku udah satu jam nungguin kamu di Toffee Café, nih.”
“Lah, sama. Aku juga udah satu jam duduk di café ini. Di sini ga ada cowok berbaju item. Kamu di mana?”
Baca Juga: Lelaki di Balik Layar 1
Lea berdiri dari mejanya, mencari lelaki berbaju biru. Pada saat yang sama Lucas juga berdiri menyapu ruangan café dengan matanya. Tak lama ditekannya sebuah nomor dari ponselnya. Sementara Lea duduk kembali, mengangkat ponselnya yang tiba-tiba berdering nyaring. Lucas.
“Ya, hallo,” jawab Lea tanpa rasa bersalah.
“Ternyata, kamu bukan lelaki?” tanya Lucas, mematikan ponselnya, kemduian berdiri mematung di depan meja Lea. Lucas menatapnya tak berkedip, berhamburan semua jenis aksara yang ingin disusunnya.
Artikel Terkait
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 1
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 2
Cerpen: Lelaki di Balik Layar 3
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Satu
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Dua
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Tiga
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Bagian Empat
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Lima, Rumah Kaca
Novel: Kopi Sore dan Timbunan Cinta Enam