fiksi

Dua Gelas Kisah Bagian Enam

Selasa, 31 Agustus 2021 | 13:08 WIB
Dua Gelas Kisah (Dok.klikanggaran.com/Sekar)

Aku melihat Kirana dan Dira menghampiri stan penjual minuman. Mereka kembali dengan kedua tangan memegang gelas plastik ukuran besar.

Kirana mendekat ke mejaku dan meletakkan dua gelas minuman dingin. Satu berisi teh hijau, satu lagi berisi kopi gula aren.

“Terima kasih, Kirana,” ucap Moy. Kirana hanya tersenyum. Moy tidak segera menyesap kopinya. Ia malah memandangku dengan wajah tampak sedang memikirkan sesuatu. “Apa aku kenal Ferdi, Ru? Aku banyak melupakan nama dan wajah belakangan ini.”

Aku tidak heran. Itu sudah lebih dari dua puluh tahun lalu. Aku pun terkadang butuh waktu agak lama untuk mengingat-ingat yang terjadi kala itu.

Baca Juga: Indonesia di Posisi ke 6 Dunia Eksportir Keragenan, Industri Rumput Laut Masuk Daftar Prioritas Investasi

“Tidak. Kalian tidak pernah sekelas,” jawabku.

“Oh, pantas saja ingatanku tak menjangkau nama itu.”

Aku, Ferdi, dan Bima adalah tiga serangkai yang selalu membuat kehebohan di sekolah. Tidak terlalu sering sebenarnya, tetapi sekalinya itu terjadi, ruang BK siap menerima kami bertiga. Tak terhitung seberapa seringnya kami membolos upacara hari Senin hanya untuk sembunyi di sudut halaman sekolah dan bergantian mengisap sebatang rokok. Ferdi yang biasanya rajin membawa. Sementara Bima adalah penyedia gambar-gambar wanita cantik yang tampil dengan kain seadanya untuk membalut tubuh indah mereka. Dua minggu sekali, Bima pasti membawa majalah milik abangnya secara sembunyi-sembunyi. Dengan Ferdi dan Bima melekat di hidupku, aku sebenarnya cukup punya bekal untuk menjadi pria nakal idaman di masa depan. Itu pun kalau aku masih punya masa depan.

Nyatanya, aku malah makin menarik diri dari kerumunan. Pacarku kala itu memutuskan hubungan kami hanya karena bosan. Katanya, aku tidak punya inisiatif untuk membuat hubungan kami tidak jalan di tempat. Memangnya, apa lagi yang harus dilakukan anak SMP ketika berpacaran? Kami tidak mungkin bertukar air liur, apalagi bertukar cairan tubuh lainnya.

Baca Juga: Pembelajaran Tatap Muka (PTM) seremapak dilakukan awal September. Satu hari dua jam tatap muka

“Ru, aku masih di sini.”

Moy menyentuh tanganku, menggenggamnya dengan erat. Terasa dingin sekali. Dan, genggaman itu makin erat seraya aku menutup mata untuk menyerap segala sensasinya.

“Ceritakan padaku soal pertemuanmu dengan Ferdi. Apa ia juga membawakanmu rokok?”

Moy cekikikan. Tangannya sudah tidak lagi kurasakan. Ia sibuk bermain-main dengan gelas kopinya. Baiklah, kuteruskan ceritaku.

Halaman:

Tags

Terkini

Mirwa dan Lautan

Jumat, 11 April 2025 | 08:17 WIB

Nala, si Pemalas

Rabu, 27 November 2024 | 13:54 WIB

Si Kacamata Hitam dan Pengamen Jalanan

Rabu, 27 November 2024 | 06:49 WIB

Peristiwa Aneh di Rumah Nenek

Minggu, 24 November 2024 | 17:06 WIB

Elena Valleta: Si Putri Hutan

Minggu, 24 November 2024 | 09:01 WIB

Melodi yang Tidak Selesai

Jumat, 22 November 2024 | 07:04 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Mempelai Dua Dunia

Kamis, 24 Oktober 2024 | 22:52 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Rumi di Bukit Terlarang

Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:11 WIB