Perjanjian Kerja Sama Perum Perhutani KPH Bogor Belum Memadai, Rp 520 Juta Lebih Belum Dibayar PTTN

photo author
- Rabu, 1 September 2021 | 17:04 WIB
Kondisi Sumber Mata air Sisadon (Dok.klikanggaran.com/BPK)
Kondisi Sumber Mata air Sisadon (Dok.klikanggaran.com/BPK)

Jakarta, Klikanggaran.com - Divisi Regional Jawa Barat dan Banten (Divre Janten) memiliki potensi sumber daya air yang memadai untuk dimanfaatkan pada wilayah KPH Bogor. Perum Perhutani membangun dan mengoperasikan pabrik Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) pada Tahun 2006 hingga berhenti pada Tahun 2018 karena kerusakan mesin dan peralatan pabrik.

Selanjutnya, Perum Perhutani dhi. Divre Janten mengerjakan pemanfaatan air dan pabrik AMDK bekerja sama dengan PT. Timmax Nusantara (PTTN). Hal ini sesuai Perjanjian Kerja Sama (PKS) Nomor: 04/PKS/KUM/DIVREJANTEN/2018 dan Nomor: 23/TN/PP/IV2018 tanggal 23 April 2018. Kerja sama berlaku selama 2 (dua) tahun terhitung mulai tanggal 23 April 2018 s.d 22 April 2020.

Lingkup kerja sama antara lain meliputi penyediaan air untuk produksi AMDK, penyediaan aset berupa sarana prasarana (pipanisasi, mesin, pabrik dan gudang) untuk produksi air, sumber daya manusia (SDM) dan perizinan. Skema kerja sama yang diterapkan adalah kerja sama usaha (KSU), di mana PTTN akan melakukan kegiatan pendayagunaan air dan aset pada wilayah kerja yang dikelola KPH Bogor dan dari hasil pendayagunaan tersebut PTTN akan memberikan bagi hasil usaha di setiap awal tahun kepada Perum Perhutani Divre Janten. Prinsip bagi hasil tersebut adalah saling menguntungkan, di mana Perum Perhutani Divre Janten tidak ikut terlibat dalam manajemen pengelolaan dan juga tidak menanggung risiko usaha yang ditimbulkan.

Baca Juga: Dicurigai Ada Indikasi Kerugian Negara dari Sikap Kuasa Hukum KemenLHK di Sidang Gugatan Limbah TTM Blok Rokan

Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan kerja sama pemanfaatan kawasan hutan produksi terbatas untuk kegiatan pendayagunaan air untuk produksi AMDK dan aset pada wilayah kerja KPH Bogor oleh PTTN menunjukkan kelemahan sebagai berikut:

a. Penunjukan PTTN sebagai mitra kerja sama tidak didukung analisis dan kajian yang memadai.

b. Lokasi sumber mata air yang didayagunakan tidak sesuai dengan yang diperjanjikan.

c. Tidak adanya kejelasan status perpanjangan kerja sama antara kedua belah pihak. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik tanggal 25 Agustus 2020 yang dilakukan Tim Pemeriksa BPK menunjukan bahwa pabrik AMDK pada kenyataan masih beroperasi meskipun tanpa kontrak baru/perpanjangan. Bahkan hingga saat pemeriksaan oleh BPK berakhir pada tanggal 19 Oktober 2020 diperoleh informasi bahwa pabrik AMDK masih beroperasi.

d. Terdapat bagi hasil kerja sama, denda keterlambatan, dan PBB sebesar Rp520.298.197,00 yang belum dibayar PTTN

e. Monitoring dan evaluasi yang dilakukan atas pelaksanaan kegiatan kerja sama kurang optimal.

Baca Juga: Dua Medali Perunggu Disabet pada IESO 2021, Ini Dia Tim Indonesia Perwakilan dari Tujuh Kota

Atas hal tersebut, Direksi Perum Perhutani menanggapi bahwa pada prinsipnya setuju dengan kondisi temuan tersebut. Divre Janten akan melakukan penagihan kepada PTTN yang besarannya sesuai kesepakatan yang telah dituangkan dalam perjanjian.

Terkait permasalahan Direksi PTTN membuat sanggahan tidak membayar dengan alasan adanya biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan sebelum pabrik beroperasi dan ketidasesuaian lokasi dan debit sumber air, Divre Janten akan melakukan negosiasi ulang atas kedua hal tersebut.

Baca Juga: Martianus Sinurat: Kementerian LHK dan DLHK Riau Remehkan Institusi Pengadilan!

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kitt Rose

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X