Tiga Murid SD di Tarakan Ini Tidak Naik Kelas sebab Agama yang Dianutnya?

- Minggu, 21 November 2021 | 16:22 WIB
Retno Listyarti, Komisioner KPAI (Instagram/retnolistyarti_official)
Retno Listyarti, Komisioner KPAI (Instagram/retnolistyarti_official)

Pada 6 Mei 2021. Permohonan orang tua untuk ujian susulan tengah semester 1 dan akhir semester 1. Hal ini dimohonkan karena anak-anak baru diberikan pelajaran Agama setelah semester 1 berlalu, sehingga perlu ujian susulan agar tidak ada alasan tidak naik kelas. Lalu, 21 Juni 2021. Setelah berbagai komunikasi, akhirnya ketiga anak diberikan ujian susulan.

Selanjutnya pada 24 Juni 2021. Ujian praktek pelajaran Agama, anak-anak diminta menyanyikan lagu rohani. Karena tidak sesuai dengan akidah agamanya, ketiga anak menawarkan lagu rohani lain, sesuai dengan Alkitab, namun ditolak. Komunikasi mengenai hal ini terus berlanjut melalui WA, hingga akhirnya mereka semua tidak naik kelas lagi.

Akhirnya pada 31 Juli 2021. Rapot ketiga anak terbit. Mereka mendapatkan rapor, setelah berminggu-minggu tahun ajaran baru mulai dan ketiga anak tidak diperbolehkan masuk kelas. Ketiga anak kembali tidak naik kelas.

Kegiatan belajar mengajar dari ketiga anak tersebut, tugas yang mereka kerjakan, kelas yang mereka hadiri, semuanya sia-sia hanya karena mereka mempertahankan dan menjaga keyakinan agamanya mengenai lagu rohani. Di sisi lain, sekolah mengabaikan semua hal itu serta bahkan tidak mempertimbangkan sama sekali keyakinan Agama dan ibadah dari ketiga anak tersebut atas lagu rohani.

Sekolah di duga kuat melakukan pelanggaran atas sejumlah peraturan perundangan, karena:

(1) Menghalangi ketiga anak mendapatkan pendidikan Agama yang seagama. Padahal Undang-Undang menetapkan hal ini sebagai hak dasar dari peserta didik;
(2) Mempersulit ketiga anak untuk mendapatkan pendidikan dasar. Padahal Undang- undang menetapkan tanggung jawab negara untuk memberikan akses seluas-luasnya atas pendidikan, bukan mempersulitnya.
(3) Tidak mempertimbangkan dampak permanen atas mental dan motivasi belajar siswa. Padahal Undang-Undang menetapkan tanggung jawab negara untuk membuat suasana yang kondusif dalam dunia pendidikan.
(4) Tidak memberikan toleransi pada pelaksanaan keyakinan Agama ketiga anak di lingkungan pendidikan SDN 051.
(5) Menghambat tumbuh kembang ketiga anak. Padahal hak tumbuh kembang merupakan salah satu hak fundamental yang dijamin hukum, dan diimplementasikan dari program pendidikan yang berkelanjutan, bukan mengulangnnya terus hingga 3 tahun. Tidak ada alasan yang urgent/mendesak hingga membuat ketiga anak tinggal kelas terus.

Atas dasar dugaan pelanggaran-pelanggaran tersebut, maka Itjen KemendikbudRistek bersama Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI) akan melakukan pemantauan langsung ke Tarakan pada 22-26 November 2021. Tim Pemantauan akan bertemu dengan sejumlah pihak, mulai dari orangtua pengadu dan anak-anaknya, pihak sekolah, Dinas Pendidikan Kota Tarakan, Inspektorat Kota Tarakan dan LPMP Kalimantan Utara.

“Itjen KemendikbudRistek juga sudah mengajukan permohonan kepada Walikota Tarakan untuk difasilitasi rapat koordinasi sekaligus FGD dengan seluruh intansi terkait di Kantor Walikota, termasuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk melakukan rehabilitasi psikologis terhadap ke-3 anak korban,” pungkas Retno,

Halaman:

Editor: Insan Purnama

Sumber: Rilis KPAI

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Rongkong Potensial untuk Budidaya Tanaman Kentang

Selasa, 26 September 2023 | 08:53 WIB
X