• Minggu, 24 September 2023

Angka Produksi Masih Misterius, Ada Apa dengan Dirut PT Pertamina Hulu Rokan?

- Selasa, 9 November 2021 | 17:17 WIB
CERI mempertanyakan angka produksi PT Pertamina Hulu Rokan (Dok.pertamina.com)
CERI mempertanyakan angka produksi PT Pertamina Hulu Rokan (Dok.pertamina.com)

"Padahal, kontrak-kontrak yang diputus itu adalah kontrak yang perlu untuk meningkatkan produksi Blok Rokan," ungkap Yusri.

Menurut Yusri, saat itu sempat terjadi ketegangan antara CPI dengan PHR sebab PHR tidak diizinkan melakukan aktifitas apapun untuk menjaga produksi Blok Rokan sebelum tanggal 9 Agustus 2021.

"Ada pun kontrak-kontrak yang diputus oleh CPI saat itu adalah pekerjaan Drilling, Work Over dan Well Service (WOWS). Karena tidak ada tiga jenis pekerjaan tersebut sejak Agustus 2018 hingga November 2020 maka produksi CPI di Blok Rokan dapat dipastikan menurun dratis," beber Yusri.

Bahkan konon kabarnya, kata Yusri, banyak fasilitas permukaan untuk proyek Enhanced Oil Recovery (EOR) ikut dikanibal pula, termasuk steam generator yang di Duri.

Baca Juga: Hari Pahlawan 2021, Berikut Pesan 17 Pahlawan Nasional Mulai Tjut Nyak Dien Hingga RA Kartini

Padahal, kata Yusri, menurut seorang mantan pejabat CPI yang pernah membawahi proyek DSF di Duri, semua fasilitas steam itu masih sangat layak dipergunakan di situ atau di lapangan lainnya. Hal demikian sangat menimbulkan keheranan baginya, mengapa pihak SKK Migas menyetujui setidaknya tidak melarang kanibaliasi itu?

Padahal di dalam Production Sharing Contract (PSC) antara Pemerintah dengan CPI, tidak diatur tahapan dan kondisi transisi antara operator lama dengan operator baru, sehingga SKK Migas bisa saja mencegah atau melarang hal itu terjadi. Kejadian itu seharusnya membuat pejabat SKK Migas paling tidak menepuk kening jika tidak merasa dikadali.

"Memang kebuntuan akibat situasi itu kemudian mendapat sedikit titik terang setelah Head of Agreement (HoA) ditandatangani oleh SKK Migas dengan CPI pada 28 September 2020, dengan mana barulah PHR boleh melakukan pemboran, tetapi semua tetap dioperasikan oleh CPI. PHR hanya menyiapkan dananya saja, dan PHR tidak boleh mencampuri urusan operasi yang dikerjakan CPI hingga 8 Agustus 2021," ungkap Yusri.

Baca Juga: Apa Akibatnya Jika Anda Berkendara dengan Ngawur? Ini Contohnya

Keadaan di atas menurut Yusri sampai menimbulkan "rumor" bahwa sikap keras CPI terhadap semua penghentian kontrak dan lainnya adalah akibat CPI kecewa tidak bisa lanjut sebagai operator Blok Rokan. Konon, dengan kebijakan itu CPI ingin memberikan pelajaran ke pemerintah bahwa jika bukan CPI yang mengoperasikan Blok Rokan, maka pasti produksinya akan anjlok layaknya seperti Blok Coastal Plain Pekanbaru.

"Yang jelas, meskipun saat ini PHR telah mengebor sumur baru sebanyak 79 sumur sejak November 2020 hingga awal November 2021, faktanya produksi minyak Blok Rokan belum mencapai target dari SKK Migas. Artinya, secara hipotetis dapat dikatakan decline atau penurunan produksi lebih tinggi dari hasil pemboran tersebut," ungkap Yusri.

Sementara itu, menurut liputan6.com, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengakui, produksi minyak Blok Rokan merosot hingga 20 ribu barel per hari, akibat tidak adanya investasi pengeboran dilakukan sejak 2018.‎

"Karena tidak ada investasi pengeboran yang terjadi 2018-2019 lifting turun 20 ribu cukup besar pengaruhnya," kata Dwi, di Kantor SKK Migas, Jakarta, Kamis (9/1/2020).

Baca Juga: Politikus PKS Minta Maaf Usai Sindir Ketua DPR, Intip Dana Parpol Untuk PKS, yuk!

Yusri mengatakan, Liputan6.com juga melansir bahwa awal tahun 2019, produksi Blok Rokan mencapai 207 ribu barel per hari (bph) atau setara dengan 26 persen produksi nasional. Blok yang memiliki luas 6.220 kilometer ini memiliki 96 lapangan, dimana tiga lapangan berpotensi menghasilkan minyak sangat baik yaitu Duri, Minas dan Bekasap.

Halaman:

Editor: Kitt Rose

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X