Ada Beberapa Bacaan Niat Puasa Ramadan dengan Berbagai Versi, Manakah Bacaan yang Benar?

photo author
- Jumat, 25 Maret 2022 | 21:04 WIB
Ilustrasi  (Gambar oleh <a href="https://pixabay.com/id/users/mohamed_hassan-5229782/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6052483">mohamed Hassan</a> dari <a href="https://pixabay.com/id/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6052483">Pixabay</a>)
Ilustrasi (Gambar oleh <a href="https://pixabay.com/id/users/mohamed_hassan-5229782/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6052483">mohamed Hassan</a> dari <a href="https://pixabay.com/id/?utm_source=link-attribution&utm_medium=referral&utm_campaign=image&utm_content=6052483">Pixabay</a>)

KLIKANGGARAN -- Sebagaimana diketahui, niat merupakan rukun yang mesti dilakukan dalam puasa Ramadan.

Niat adalah iktikad tanpa ragu untuk melaksanakan sebuah perbuatan.

Imam Syafi’I sendiri berpendapat bahwa makan sahur tidak dengan sendirinya dapat menggantikan kedudukan niat, kecuali apabila terbersit (khathara) dalam hatinya maksud untuk berpuasa.

Dalam Kitab Safinatunnajah dijelaskan bahwa niat tempatnya ada di dalam hati hati, namun melafalkannya (talaffudh) akan membantu seseorang untuk menegaskan niat tersebut dan hukumnya pun sunah.

Baca Juga: Jokowi Rilis Larangan untuk Pejabat dan ASN di Bulan Ramadan dan Idul Fitri, Apa Saja ya?

Talaffudh atau melafadzkannya dapat berguna dalam memantapkan iktikad karena niat terekspresi dalam wujud yang konkret, yaitu bacaan atau lafal.

Lalu bagaimanakah bacaan noat puasa yang benar?

Dilansir dari laman Nu Online, sebagian masyarakat membaca lafal niat di malam hari seperti ini:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ لِلهِ تَعَالَى

Menurut kaidah ilmu nahwu, redaksi tersebut keliru.

Baca Juga: Karantina Ditiadakan, Ibadah di Masjid saat Ramadan dan Mudik Diperbolehkan, Ini Kata Presiden Jokowi!

Jika memaksa memilih membaca ramadlâna (dengan harakat fathah), maka pilihan yang paling mungkin kalimat selanjutnya adalah hâdzihis sanata (sebagai dharaf zaman/keterangan waktu), bukan hâdzihis sanati.

Ramadlâna dibaca fathah sebagai ‘alamat jar karena termasuk isim ghairu munsharif yang ditandai dengan tambahan alif dan nun sebagai illatnya.

Artinya, boleh membaca ramadlâna dengan syarat kalimat selanjutnya hâdzihis sanata. Namun, yang seperti ini jarang diungkapkan dalam kitab-kitab fiqih.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Kitt Rose

Sumber: NU Online

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X