Bagaimana dengan Israel?
Kerja sama tidak ada, tetapi kita mengontak saja. Jadi intelijen itu punya moto, dalam keadaan perang pun harus ada jalur. Jadi kita mau berdamai atau terus, kita menggunakan jalur. Jadi kalau kita bukan dalam bentuk kerjasama, tetapi berhubungan melalui kontak. Jadi terbatas sekali. Kalau kerja sama ada levelnya. Misal, visit atau berkunjung berapa tahun sekali, atau kunjungan tim kerja. Kerja sama lain misalnya, exit informasi. Jadi kita bertukar informasi. Mereka kirim informasi dan kita kirim informasi.
Ada juga yang namanya regional meeting. Misal kita dengan Saudi, itu kita ganti-gantian setiap tahun. Ada juga multilateral dengan negara-negara Islam, itu kita bergantian juga. Kalau tidak salah ada sepuluh negara. Termasuk juga dengan negara ASEAN. Dengan kerja sama seperti itu sebetulnya mengurangi perang intelijen.
Sepanjang Anda menjabat di BIN, berapa orang agen asing terdeteksi di Indonesia?
Banyak, terutama wartawan dan NGO.
Sampai ribuan?
Tidak ada. Tidak sampai sebanyak itu. Tidak logis. Kalau dia hanya mendekati orang dan tidak ada rahasia yang diambil, kita tidak bisa berbicara direkrut. Misalnya sekedar dibayar. Direkrut itu misalnya, ada orang BIN didekati, itu baru namanya mau direkrut. Zaman KGB dulu ada dan itu langsung kita halangi.
Apakah masih ada operasi Intelijen asing di Indonesia?
Masih tetap ada, hanya bentuknya lain. Kadang-kadang sifatnya tidak rahasia. Tetap kontak-kontak biasa dan yang dicari itu untuk kepentingan politik praktis.
Penulis: Arbi Sumandoyo - Tirto.id