- Melalui Jalur Pidana
Aparat berwenang (Kejagung maupun KPK) menerapkan mekanisme jalur pidana yang hampir sama dalam proses maupun prosedurnya, meskipun ada beberapa hal pembeda secara praktis di antara keduanya. Dasar hukum yang sama digunakan keduanya adalah penggunaan prosedur beracara yang digunakan dalam penyidikan dan penyelidikan suatu perkara pidana, yaitu berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Adapun gambaran prosedur penanganan atau proses pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi melalui jalur pidana dapat berupa:
a) Penelusuran Aset
Penelusuran aset atau pelacakan aset (asset tracking) pengertiannya tidak dikenal dalam hukum perdata maupun Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam kerangka hukum acara pidana, kegiatan pelacakan memiliki kaitan yang erat dengan tindakan penyelidikan dan penyidikan meskipun tidak disebutkan. Sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP memberikan definisi Penyidikan.
Penelusuran atau pelacakan aset tidak selalu dalam rangka pengungkapan tindak pidana, tetapi juga dapat semata-mata untuk menemukan aset hasil kejahatan dengan tanpa mengungkapkan kejahatannya. Penelusuran aset ditujukan untuk membawa penyelidik, penyidik, dan penuntut kepada informasi yang aset hasil tindak pidana korupsi disimpan atau disembunyikan.
Hal tersebut tidak begitu saja langsung dapat dipulihkan. Jika aset yang disembunyikan berada di Indonesia, maka masih akan membutuhkan proses hukum lanjutan seperti pembuktian hak kepemilikan harta benda atau aset terkait. Akan tetapi, apabila keberadaan aset di luar Indonesia, maka akan menimbulkan problem yang lebih kompleks.
b) Pembekuan aset
Setelah informasi dikumpulkan dan keseluruhannya berkenaan dengan aset-aset hasil tindak pidana korupsi, barulah langkah selanjutnya melakukan pembekuan aset. Pembekuan aset atau asset freezing dalam hukum acara pidana tidak disebutkan pengertiannya. Jika dilihat dari tujuannya, tindakan pembekuan kurang lebih sama dengan penyitaan, yang keduanya mempunyai maksud untuk mengamankan aset agar pada waktunya dapat dikembalikan kepada yang berhak.
c) Penyitaan
Pengertian penyitaan lebih dikenal dalam hukum acara pidana maupun hukum acara perdata.Penyitaan dapat didefinisikan sebagaimana dimuat dalam Pasal 1 Butir 16 KUHAP yaitu “serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan”.
Dari penjelasan isi pasal ini, secara umum dapat kita artikan bahwa tujuan melakukan penyitaan adalah untuk membuktikan telah benar terjadi tindak pidana, dan terdakwalah yang melakukannya dan harus mempertanggungjawabkannya.
d) Perampasan
Terminologi perampasan dalam KUHAP dikenal dengan kata “rampas” yang diatur dalam Pasal 194 ayat (1) KUHAP bahwa dalam hal putusan pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, pengadilan menetapkan barang bukti yang disita diserahkan kepada pihak yang paling berhak menerima kembali yang namanya tercantum dalam putusan tersebut kecuali jika menurut ketentuan undang-undang barang bukti itu dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan atau dirusak sehingga tidak dapat dipergunakan lagi.
e) Pengelolaan aset
Pengelolaan aset adalah serangkaian proses yang dilakukan oleh suatu lembaga berupa pemeliharaan atau perawatan aset terkait kejahatan selama proses hukum terhadap aset tersebut belum mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pengelolaan aset ini merupakan suatu hal yang sangat penting mengingat bahwa aset yang dirampas dapat saja berupa aset yang harus dipelihara seperti mobil, gedung, dan barang lainnya yang jika tidak diurus bisa mengalami kerusakan dan penurunan nilai.