Dana negara memang tak diberikan langsung kepada platform digital. Tapi peserta HARUS membeli lewat platform digital. Sudah jelas Perpres 36/2020 berkata begitu.
Memang ada mitra lembaga pelatihan, tapi Perjanjian Kerja Sama (PKS) terjadi antara PMO dan platform digital.
Memang ada transaksi virtual pembelian video lewat kebebasan memilih dari tiap peserta, tapi dana negara dipindahbukukan
Aturannya begitu.
Narasi semacam itu justru membuka koreng baru proyek prakerja. Bagaimana bisa, proyek berbiaya negara Rp5,6 triliun, tidak mensyaratkan audit keuangan dan kepatuhan pajak bagi mitranya?
Orang/badan yang ingin mengambil kredit perbankan saja, syaratnya berderet. Termasuk syarat laporan keuangan 2 tahun terakhir (badan usaha), slip gaji 6 bulan terakhir, dan pembayaran pajak (jika menjaminkan properti misalnya).
Ada Legal Due Diligence.
Katanya mau Good Corporate Governance.
Ini tidak ada.
Adakah yang pernah mendengar kabar-berita pemerintah/PMO menerapkan syarat ketat semacam itu? Menggandeng BPKP/BPK/OJK/
Ya, laporan keuangan dan pajak dari badan swasta (bukan BUMN, bukan kementerian, bukan perusahaan publik/Tbk) yang menjadi mitra platform digital/mitra pembayaran ini:
- PT Ruang Raya Indonesia (Ruangguru);
- PT Avodah Royal Mulia (Maubelajarapa)
- PT Tokopedia (Tokopedia);
- PT Bukalapak.com (Bukalapak);
- PT Dompet Anak Bangsa/PT Dompet Karya Anak Bangsa (Gopay)/PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek);
- PT Haruka Evolusi Digital Utama (Pintaria);
- PT Sekolah Integrasi Digital (Sekolahmu).
Dua lainnya adalah BUMN yang juga perusahaan publik yakni PT Telkom, Tbk (Pijar Mahir) dan Kemenaker (Sisnaker).
Selama ini, kita hanya membaca berita tentang betapa hebatnya mereka. Blocking di televisi nasional. Promosi di mana-mana. Valuasi bertriliun-tril
Mana laporan keuangannya?