Dipikirnya protes masyarakat sebatas iri karena tak kebagian proyek. Dipikirnya masyarakat anti-asing karena platform digital yang dilibatkan adalah yang ‘besar’ dan valuasinya jumbo.
Dipikirnya orang-orang seperti saya adalah titipan perusahaan edutech lain yang tak kebagian undangan pesta dansa.
Kita skip anggapan receh semacam itu. Dalam mimpi pun tak pernah kita berpikir begitu.
Manusia adalah makhluk yang berpikir. Punya hati nurani. Tak sekadar Homo Proyeknicus. Baca: hamba proyek!
Mari kita kembali menyimak argumen mereka. Kita adalah kelompok orang bernalar sehat yang memandang sesuatu dari substansinya. Bukan menjelek-jelekk
PMO minta masyarakat membedakan 3 jenis kemitraan dalam Prakerja: mitra lembaga pelatihan, mitra platform digital, mitra penyalur pembayaran (bank dan e-wallet). Khusus mitra platform digital, dibilang begini:
“Tolong bedakan peran platform digital sebagai PENYEDIA PASAR, dan peran lembaga pelatihan sebagai penyedia pelatihan.”
Istilah baru, saudara-saudara
Kelihatannya hasil diskusi intensif dengan konsultan komunikasi untuk menelurkan istilah, yang jika tidak kita cermati, berpotensi memanipulasi opini publik.
Jenis pasar apa yang disediakan?
Pembeli disiapkan negara sebanyak 5,6 juta peserta. Duit disediakan negara Rp5,6 triliun. Dasar hukum disiapkan oleh negara.
Lalu dibeberkan syarat dan proses ‘evaluasi dan seleksi’ platform digital itu. Mulai dari berskala nasional, memiliki dukungan IT, berbadan hukum, memiliki NPWP...
Berkali-kali saya bilang, tak ada itu istilah ‘evaluasi” dan “seleksi” dalam Peraturan Presiden, Peraturan Menko Perekonomian, dan Peraturan Menkeu.
Yang ada: kurasi!
Sudah terang. Dalam bahasa pemain tender, semua ini namanya adalah “dikunci”.