Seorang hakim bernama Abu al-Husein mengatakan al-Qahir sudah dimakzulkan dan wajib hukumnya mengikuti Khalifah yang baru, yaitu ar-Radhi Billah. Lantas Khalifah ke-20 Dinasti Abbasiyah ini mengatakan, biar saya yang menangani al-Qahir yang masih ngeyel. Lalu, menurut Imam Suyuthi, sang Khalifah baru mencungkil kedua mata al-Qahir dengan paku yang sangat panas.
Buya Hamka menceritakan akhir kekuasaan al-Qahir:
“…sedang baginda duduk di dalam istana, masuklah seperangkatan serdadu ke dalam istana, lalu khalifah mereka tangkap dan pangkatnya ditanggali, kemudian itu kedua matanya dicungkil sehingga kedua mata itu tanggal dan tergantung-gantung di kedua belah pipinya. Setelah itu dikurung di dalam satu penjara gelap di dalam istana. Kemudian itu dilepaskan pula menjadi seorang buta yang hina, sampai mati.”
Muhammad al-Isfahani berkata: “al-Qahir dicopot karena perilakunya yang tercela dan tindakannya yang banyak menumpahkan darah.” Ulama lain, ash-Shuli berkata, “al-Qahir sosok pemarah yang banyak menumpahkan darah, jelek kelakuannya dan plin-plan dalam mengambil kebijakan, serta seorang pemabuk.”
Al-Qahir tidak dbunuh karena mungkin kematian terlalu enak buat dia. Dibiarkanlah dia menderita dalam kebutaan. Sebelas tahun kemudian dia sempat dilepas dari penjara, lantas menjadi pengemis di Kota Baghdad, namun kemudian kembali ditangkap dan dipenjara sampai wafat dalam kehinaan. Dia hanya berkuasa kurang dari dua tahun—lebih lama menderita dalam penjara.
Bagaimana? Masih kuat baca sejarah khilafah yang berdarah-darah ini? Masih mau balik lagi ke jaman khilafah kayak gini? Ohh tidakkkk!
Tabik, Nadirsyah Hosen, Penulis buku best seller “Islam Yes, Khilafah No!”