AL-QAHIR: Khalifah yang Menjadi Pengemis dan Dicongkel Kedua Matanya

photo author
- Kamis, 25 Juli 2019 | 05:00 WIB
Khilafah
Khilafah



Dan, sebenarnya al-Muqtadir dan al-Qahir ini saudara satu bapak, tapi berbeda ibu. Jadi, ibu al-Muqtadir yang disiksa dan dibunuh oleh al-Qahir, seperti yang diceritakan Buya Hamka, itu sebenarnya merupakan ibu tiri dari al-Qahir sendiri.





Nama lengkapnya Muhammad bin al-Mu’tadhid. Panggilannya Abu Manshur. Gelarnya al-Qahir Billah. Menurut Imam Suyuthi, sesaat setelah Khalifah al-Muqtadir dibunuh, Jenderal Mu’nis dan tentara menanyakan kepada Muhammad bin al-Muktafi tentang kesiapannya menjadi khalifah. Namun, dia menolaknya dan menganggap pamannya, yaitu al-Qahir, yang lebih berhak. Al-Qahir yang memang sejak pemberontakan sebelumnya sudah berambisi tentu saja langsung mengiyakan ketika ditanya kesiapannya sebagai khalifah.





Al-Qahir menjelma menjadi pemimpin yang ditakuti. Gelarnya pun ditambah dengan al-Muntaqim min a’da’illah (yang melakukan balas dendam kepada musuh-musuh Allah). Gelar itu pula yang dia cantumkan pada mata uang yang dibuatnya. Dia memerintahkan semua jenis musik dan nyanyian serta minuman keras dilarang. Dia tangkapi para penyanyi dan menghancurkan alat musik mereka.





Namun, sayangnya, menurut Imam Suyuthi, dia sendiri pernah tidak bisa bangun akibat mabuk minum minuman keras dan suka sekali mendengarkan jenis nyanyian. Kelihatannya al-Qahir ini jenis pemimpin yang tidak satu antara kata dan perbuatan. Melarang rakyatnya mabuk dan mendengarkan musik, padahal dia sendiri melakukannya.





Ibn al-Atsir juga memberi catatan bahwa para budak yang pandai menyanyi disuruh dijual oleh al-Qahir karena menyanyi itu haram. Namun, dia melakukan itu karena dia sendiri yang akan membeli para budak yang sudah dijual dengan murah tersebut. Soalnya al-Qahir sendiri menggemari nyanyian. Ibn al-Atsir kemudian menggarisbawahi dengan kalimat “Na’udzubillah min hadzihil akhlaq” (Kita berlindung kepada Allah dari akhlak seperti ini).





Apa kata Imam Thabari tentang al-Qahir? Tidak ada. Imam Thabari sudah wafat pada tahun 310 Hijriah atau tahun 923 Masehi. Isi kitab Tarikh Thabari pada jilid kesepuluh berakhir pada kisah tahun 302 Hijriah di masa Khalifah al-Muqtadir berkuasa. Sehingga kisah khalifah berikutnya tidak bisa lagi kita rujuk dari Tarikh thabari. Syukurlah, kitab Tarikh al-Khulafa Imam Suyuthi, al-Bidayah wan Nihayah karya Imam Ibn Katsir, dan lainnya seperti al-Kamil fit Tarikh karya Ibn al-Atsir masih memberi kita informasi otentik tentang sejarah khilafah berikutnya.





Kembali ke pemerintahan al-Qahir, Ibn katsir menceritakan bahwa kepala rumah tangga istana (al-Hajib) yang bernama Ali bin Bulaiq melaknat Khalifah pertama Dinasti Umayyah, yaitu Mu’awiyah, di mimbar masjid. Rupanya kebiasaan turun temurun melaknat lawan politik diteruskan sampai masa al-Qahir ini. Mimbar masjid menjadi sangat politis dan isinya penuh dengan cacian terhadap lawan politik.





Di Indonesia, khalifah belum berdiri saja mimbar masjid sudah dipakai untuk bicara politik praktis. Pantas kalau kita pun turut berucap: “Na’udzubillah min hadzihil akhlaq”.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X