Naiknya al-Qahir tidak terlepas dari keberhasilan pemberontakan Jenderal Mu’nis yang berkolaborasi dengan Ibn Muqlah, sang wazir, terhadap khalifah sebelumnya. Namun, mereka tidak senang dengan gaya kepemimpinan al-Qahir. Menurut Imam Ibn Katsir, pendapatan mereka berkurang drastis selama berada di bawah al-Qahir. Itu sebabnya mereka berencana untuk menurunkannya dari posisi Khalifah. Pikir mereka, bukankah mereka yang mengangkat al-Qahir, tentu mudah pula menurunkannya. Ibn Muqlah dan Mu’nis, diikuti oleh Ali bin Bulaiq, menginginkan Muhammad bin al-Muktafi yang menjadi khalifah. Sayangnya, al-Qahir mencium rencana konspirasi ini.
Jenderal Mu’nis berhasil dengan licik ditangkap dan dibunuh atas perintah al-Qahir. Ali bin Bulaiq dan anaknya lari. Tapi, pasukan al-Qahir menemukan Ali bin Bulaiq dan anaknya, kemudian menyembelih mereka—kata Ibn Katsir—seperti menyembelih kambing. Kepala mereka lantas diberikan ke anjing. Al-Muktafi ditempatkan di dinding yang diapit dua bangunan sempit. Namun, dia bertahan hidup. Sementara itu, Ibnu Muqlah berhasil kabur dan bersembunyi. Karena marah, al-Qahir memerintahkan agar rumah Ibnu Muqlah dibakar habis, begitu juga kediaman para pemberontak lainnya.
Al-Qahir berseru kepada penduduk Baghdad bahwa itulah hukuman untuk mereka yang mengkhianati Khalifah dan membuat kerusakan di dalam negara. Al-Qahir mungkin lupa bahwa dia pun bisa naik sebagai khalifah lewat pemberontakan berdarah. Kok, sekarang berlagak suci? Tsumma na’udzubillah min hadzihil akhlaq!
Yang kita saksikan mayoritas dari naik-turunnya khalifah itu lewat pertumpahan darah. Darah yang tumpah akan dibalas dengan pertumpahan darah berikutnya. Begitu terus. Semua dilakukan atas nama kekuasaan suci yang bernama khilafah.
Al-Qahir juga membunuh Ibnu Ishaq bin Ismail an-Nubakhti, yang sebelumnya mendukung kepemimpinan al-Qahir. Jadi, kalau bukan karena rebutan kekuasaan, apa pasalnya sampai al-Qahir membunuh orang ini?
Menurut Imam Suyuthi, itu karena terjadi persaingan memperebutkan seorang budak perempuan. Gara-gara ini kepala Ibnu ishaq dipenggal, lantas dilempar ke dalam sumur. Luar biasa!
Kekejaman demi kekejaman ini membuat tentara mulai muak. Ibnu Muqlah—yang dalam sejarah juga dikenal sebagai ahli kaligrafi—keluar dari persembunyiannya dan mulai memprovokasi para tentara untuk memberontak. Mereka berhasil mendatangi istana dan menangkap al-Qahir yang gagal melarikan diri. Tentara kemudian membai’at Abul ‘Abbas Muhammad bin al-Muqtadir sebagai Khalifah. Mereka memberinya gelar ar-Radhi Billah. Kemudian, al-Qahir dipaksa untuk menyatakan pengunduran dirinya. Namun, al-Qahir ngeyel dan menolak mundur karena merasa dia masih Khalifah yang sah.