opini

Menikah atau Tidak Menikah?

Rabu, 12 Januari 2022 | 09:03 WIB
Ilustrasi (Moy)

Tidak, tidak. Itu bukan benar-benar jawaban yang saya tekankan kepadanya. Saya katakan bahwa menikah itu baik, dan tidak menikah pun sama baiknya. Keduanya tetap menuntut tanggung jawab kita. Ia pun menyetujui pendapat saya.

Pada akhirnya, dan selalu begitu pada akhirnya, bahwa hidup adalah pilihan-pilihan.

Yang memilih menikah, tentu sudah dan harus siap dengan segala kerepotan yang muncul. Mulanya hidup sendiri dan bisa seenaknya menentukan kapan ingin mandi, sekarang harus mencuri-curi waktu untuk sekadar mandi bebek lima menit. Dan, mungkin di luar sana ada ribuan yang pernah merasakan bagaimana konyol dan lucunya ditunggui seorang balita ketika sedang buang hajat.

Yang memilih tidak menikah, juga sudah dan harus siap dengan segala konsekuensi dan respons yang muncul. Biasanya yang paling ramai berceloteh malah dari lingkaran terdekat, terutama keluarga dan kerabat yang masih berpikiran konservatif, yang beranggapan bahwa menikah adalah satu-satunya jalan menuju kebahagiaan. Tidak masalah. Kita hanya perlu mengabaikannya dan kembali fokus kepada tujuan kita. Bukankan orang tidak wajib tahu kebaikan-kebaikan yang sedang kita usahakan, bahkan jika kebaikan-kebaikan itu bukan untuk diri kita sendiri?

Khaled Hosseini menulis dalam novelnya A Thousand Splendid Suns, “Marriage can wait, education cannot.”

Pernikahan bisa menunggu, sementara pendidikan tidak.

Begitulah adanya.

Dan, bukan bermaksud pesimis, tetapi bahkan para individu terdidik pun belum tentu sanggup menciptakan kebahagiaan sendiri dalam pernikahannya. Bayangkan saja jika sebuah pernikahan terjadi pada dua orang yang belum memiliki pengetahuan baik tentang hal itu, tidak mengherankan jika kasus-kasus baru tetap bermunculan.

Itu baru dari satu aspek, yaitu pendidikan. Belum lagi jika ditinjau dari aspek kesehatan jiwa dan finansial, akan panjang pembahasannya.

Sekali lagi, pada akhirnya, dan selalu begitu pada akhirnya, bahwa hidup adalah pilihan-pilihan. Dan, tiap pilihan selalu memiliki konsekuensi dan tuntutan tanggung jawab dari kita sebagai individu yang menjalaninya. Sekian.***

Opini ini ditulis oleh Sekar Mayang, editor dan pengulas buku, tinggal di Bali.



 

Halaman:

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB