Larangan ini, baik yang mengatakan haram atau makruh, telah final dan disepakati. Imam Ibnu al Haj Rahimahullah berkata:
Baca Juga: Apa Bedanya? Kinerja Dinas PUPR Muara Enim dari Dulu Juga Jeblok, Nih?
اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّ الْمَوْضِعَ الَّذِي يُدْفَنُ فِيهِ الْمُسْلِمُ : وَقْفٌ عَلَيْهِ ، مَا دَامَ شَيْءٌ مِنْهُ مَوْجُودًا فِيهِ ، حَتَّى يَفْنَى ، فَإِنْ فَنِيَ فَيَجُوزُ حِينَئِذٍ دَفْنُ غَيْرِهِ فِيهِ ، فَإِنْ بَقِيَ فِيهِ شَيْءٌ مِنْ عِظَامِهِ فَالْحُرْمَةُ بَاقِيَةٌ لِجَمِيعِهِ ، وَلَا يَجُوزُ أَنْ يُحْفَرَ عَنْهُ ، وَلَا يُدْفَنَ مَعَهُ غَيْرُهُ ، وَلَا يُكْشَفَ عَنْهُ اتفاق
Para ulama sepakat bahwa tempat dikuburkannya seorang muslim adalah tempatnya yang terakhir, selama masih ada bagian dari tubuhnya maka dia masih di situ, sampai dia fana (lenyap), jika mayat itu sudah tidak ada maka saat itu boleh bagi mayat lain di kubur di situ. Seandainya ada sisa tulangnya maka semua itu tetap dihormati, tidak boleh menggalinya dan menguburkan mayat lain bersamanya, dan tidak boleh dibongkar berdasarkan kesepakatan ulama.[3]
Namun, jika kondisinya darurat, jumlah mayat sangat banyak dan tidak tertangani satu persatu, maka tidak apa-apa mereka dikubur satu lubang. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah Saw. sendiri terhadap mayat para sahabat saat perang Uhud.
Jabir bin Abdillah r.a berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ مِنْ قَتْلَى أُحُدٍ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، ثُمَّ يَقُولُ: «أَيُّهُمْ أَكْثَرُ أَخْذًا لِلْقُرْآنِ»، فَإِذَا أُشِيرَ لَهُ إِلَى أَحَدِهِمَا قَدَّمَهُ فِي اللَّحْدِ
Nabi Saw. pernah menggabungkan dua mayat yang terbunuh saat Uhud dalam satu kain, lalu Beliau bersabda: “Siapa di antara mereka yang lebih banyak hapal al Quran”, jika ditunjuk salah satunya maka dia didahulukan yang dimasukkan ke liang lahad. [4]
Baca Juga: Gara-gara Depresi, Laki-Laki di Cilawu Garut Diduga Menceburkan Diri ke Dalam Sumur hingga Tewas
Dari Hisyam bin ‘Amir r.a, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:
احْفِرُوا، وَأَوْسِعُوا، وَأَحْسِنُوا، وَادْفِنُوا الاِثْنَيْنِ وَالثَّلاَثَةَ فِي قَبْرٍ وَاحِدٍ، وَقَدِّمُوا أَكْثَرَهُمْ قُرْآنًا
Galilah lubang, buatlah yang luas, dan berbuat ihsanlah,[5] kuburkanlah dua atau tiga orang di dalam satu kubur, dan dahulukan dalam penguburan yang paling banyak hapal Al Quran. [6]
Syaikh Abul Hasan al Mubarkafuri Rahimahullah berkata tentang hadits ini:
فيه جواز الجمع بين جماعة في قبر واحد، ولكن إذا دعت إلى ذلك حاجة، كما في مثل هذه الواقعة وإلا كان مكروهاً، كما ذهب إليه أبوحنيفة والشافعي وأحمد.
Dalam hadits ini menunjukkan bolehnya menggabungkan sekelompok orang dalam satu kubur, tetapi itu jika ada kebutuhan, sebagaimana realita dalam hadits ini, tapi jika tidak ada kebutuhan maka itu makruh sebagaimana pendapat Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ahmad.[7]