opini

Naskah Novel Juga Harus Tampil Cantik, Ini Kiat-Kiatnya!

Rabu, 29 September 2021 | 21:17 WIB
ilustrasi (dok. Sekar_Mayang)

Siapa pun pasti ingin terlihat cantik dan rupawan, mulai dari anak kecil sampai orang lanjut usia. Tak terkecuali sebuah karya seni, termasuk novel sebagai seni tulis. Novel yang cantik tentu akan membuat pembaca betah berlama-lama sampai habis kisah, bahkan mungkin akan dibaca ulang di masa mendatang. Dengan begitu, penulisnya merasa sukses membuat karya yang dicintai pembaca.

Akan tetapi, bagaimana caranya agar sebuah novel dapat disukai khalayak? Bagaimana membuatnya cantik tanpa harus terkesan menor? Apakah harus penuh kata-kata indah mendayu-dayu bak naskah-naskah Shakespeare? Apakah harus puitis macam tulisan-tulisan Aan Mansyur? Jawabannya, tidak.

Cantik dalam KBBI berarti indah dalam bentuk dan buatannya (diakses tanggal 29 September 2021). Keindahan suatu benda memang bersifat subjektif, bergantung kepada selera masing-masing penikmatnya, akan tetapi ada pula standar umum yang bisa dipakai menjadi acuan. Biasanya para pengulas novel akan berlomba-lomba menetapkan nilai berdasarkan pendapat mereka. Awam boleh mengamini, boleh pula memiliki penilaian sendiri.

Baca Juga: Lelaki Air Mata Ikan

Hanya saja, para editor juga memiliki standar penilaian yang biasa dipakai dalam menyeleksi naskah yang hendak terbit. Jadi, apa saja yang perlu dipercantik dalam naskah demi meluluhkan hati editor? Mari simak penjelasan berikut.

Pertama, percantiklah kalimat-kalimat dalam novel kalian. Naskah novel tentu saja berbeda dengan karya ilmiah. Kalimat-kalimat dalam karya ilmiah harus jelas dan tidak ambigu. Novel mungkin butuh kalimat-kalimat dengan kiasan, perumpamaan, atau bahkan peribahasa. Tentu saja tujuannya untuk menghibur pembaca.

Biasanya, penulis yang baik dapat dengan mudah membuat pembaca merasa berada dalam cerita yang mereka baca. Bagaimana caranya? Dengan bermain kata-kata. Satu adegan—misal adegan cowok nembak cewek, atau adegan adu argumen, atau adegan bermesraan—bisa dibuat sampai beberapa halaman. Penulis pasti ingin membuat pembaca memahami betapa bahagianya si cewek ketika si cowok menyatakan cinta, atau bagaimana tegangnya sebuah perdebatan, atau betapa manisnya sebuah ciuman yang terjadi saat bermesraan.

Baca Juga: Bupati Sampaikan Jawaban Atas Fraksi-Fraksi di DPRD PALI

Akan tetapi, perlu diingat, jangan sampai berlebihan dalam menggunakan kiasan, perumpamaan, atau peribahasa. Kita sedang menulis novel, bukan buku 1001 Peribahasa. Cantik tidak harus menor. Tidak harus dengan lema yang bahkan jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari, meskipun dari segi susunan huruf atau pelafalannya amat menawan. Lema sederhana pun bisa jadi cantik bila momennya pas.

Kedua, percantiklah momen atau kejadian yang kalian buat untuk para tokoh itu. Jika kalian tidak bisa atau tidak suka menulis dengan kalimat berbunga-bunga, maka yang harus dipercantik adalah momen-momen dalam kisah yang kalian rangkai. Adegannya mungkin sederhana, yaitu cowok memberi bunga kepada ceweknya. Akan tetapi, bila momennya pas, itu akan membuat pembaca baper sampai langit ke tujuh.

Contoh lainnya adalah adegan berpelukan. Coba kalian bayangkan apa yang terjadi jika si cewek sedang menggoreng tempe, lalu dipeluk dari belakang oleh kekasihnya? Bisa saja, sih, kalian menuliskan si cewek bereaksi santai, cenderung manis, dan senang mendapat pelukan. Namun, bagaimana realitasnya jika si cewek ternyata sosok yang mudah terkejut (plus latah)? Alih-alih mendapat reaksi manis dari si cewek, si cowok malah disambit spatula serta disambut omelan sepanjang jalan kenangan.

Baca Juga: Ada Apa Dengan Sate Kiloan? Konon Hanya Ada Di Gumelar Banyumas. Pembeli Rasakan Sensasi Beli Sate Kiloan

Beruntunglah semisal minyak panas dalam wajan tidak tumpah ruah ke segala penjuru. Jika iya, adegan bisa berlanjut dengan latar UGD, suara sirene ambulan meraung garang, dan lilitan perban di kepala—yang jatuhnya malah mirip bando atau bandana—dengan tetesan obat merah di salah satu spotnya …. Baiklah, skip!

Oke, intinya, jika naskah kalian bukan genre fantasi, lebih baik tidak menulis adegan-adegan absurd tanpa mempersiapkan pula penjelasan di balik keabsurdan itu. Ingat, cantik tidak harus menor. Dalam novel detektif, momen cantik bisa saja muncul ketika si penjahat tertangkap karena kelalaiannya sendiri. Dalam novel petualangan, momen cantik bisa saja terjadi ketika si tokoh menemukan spot menarik di alam, yang mungkin sudah ia cari bertahun-tahun. Dalam novel horor, momen cantik mungkin terjadi ketika si tokoh bisa berdamai dengan ketakutannya selama ini.

Halaman:

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB