KLIKANGGARAN -- Dalam beberapa tahun terakhir, ruang publik di Indonesia, khususnya di kota-kota besar, semakin dibanjiri dengan bahasa asing.
Kita dapat dengan mudah menjumpainya pada papan reklame, plang usaha, restoran, kafe, hingga pusat perbelanjaan yang mengusung kata-kata dari bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya.
Fenomena ini tumbuh seiring dengan gencarnya arus globalisasi dan kebutuhan pelaku bisnis untuk menarik perhatian pasar yang lebih luas, termasuk wisatawan dan ekspatriat.
Sekilas, kehadiran bahasa asing memang memberi kesan modern, trendi, dan profesional.
Tak dapat dipungkiri bahwa bagi sebagian pelaku usaha, penggunaan bahasa asing dapat memberi nilai jual tersendiri, membuat tempat usaha terlihat lebih eksklusif dan “kekinian” di mata konsumen.
Baca Juga: OSIM DDI Masamba Gelar Raker, Diharap Lahirkan Program Sejalan Nilai-nilai Pendidikan Islam
Namun, di balik kesan itu terdapat sebuah pertanyaan mendasar: apakah ini bentuk dari kebutuhan komunikasi global semata, atau justru awal dari sebuah imperialisme bahasa yang dapat menggeser eksistensi bahasa Indonesia di tanah air?
Fenomena ini juga terlihat dari pola komunikasi generasi muda Indonesia yang kian gemar menyisipkan kata atau frasa asing dalam percakapan sehari-hari.
Istilah-istilah seperti “sharing session,” “meeting,” atau “update status” memang terdengar biasa bagi sebagian orang, tetapi bagi yang lain dapat membuat komunikasi terasa kurang inklusif bagi yang belum memahami maknanya.
Lambat laun, keadaan ini dapat membuat bahasa Indonesia terlihat kurang memadai, bahkan “ketinggalan zaman” bagi generasi yang tumbuh bersama teknologi dan internet.
Padahal, Indonesia sendiri telah memiliki perangkat hukum yang menjunjung tinggi bahasa negara.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 dengan tegas mengatur bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi, termasuk di tempat kerja, sekolah, pemerintahan, media, dan ruang publik lainnya.
Aturan ini lahir dari kesadaran bahwa bahasa bukan hanya soal komunikasi, tetapi juga soal jati diri dan identitas sebuah bangsa.
Bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga simbol dari keberagaman dan persatuan.
Artikel Terkait
Kampus Berdikari Melalui Program Eco Theology Linked to Food Security
Resonansi Rasa: Menyikapi ABK (Anak Berkehebatan Khusus)
Bahasa Gaul: Bayang-bayang yang Mengancam Identitas Bahasa
Bahasa Gaul di Tengah Arus Perubahan Bahasa Indonesia
Bahasa Gaul: Tantangan Atau Peluang Untuk Bahasa Indonesia?
Menduniakan Bahasa Gaul: Transformasi Komunikasi Remaja Indonesia