Lebih dari itu, penggunaan AI yang instan dan tidak kritis berpotensi menumpulkan daya nalar dan kreativitas. Mahasiswa menjadi terlalu bergantung, enggan berpikir mendalam, dan cepat puas dengan jawaban mesin.
Ini adalah sinyal bahaya. Karena di masa depan, keputusan-keputusan besar—baik dalam kebijakan publik, bisnis, atau lingkungan—akan menuntut pemimpin yang mampu memadukan teknologi dengan kebijaksanaan manusia.
Menghadapi tantangan ini, institusi pendidikan tinggi memegang tanggung jawab besar. Kesiapan mahasiswa tidak akan tumbuh hanya dengan menyediakan akses teknologi.
Universitas dan lembaga pendidikan harus lebih progresif dalam mengintegrasikan AI literacy, data ethics, dan critical decision making ke dalam kurikulum lintas disiplin.
Misalnya, mahasiswa hukum perlu memahami bagaimana AI digunakan dalam predictive policing dan implikasi hukumnya. Mahasiswa ekonomi perlu belajar mengenali potensi diskriminasi dalam sistem kredit berbasis algoritma.
Mahasiswa pendidikan perlu memahami bagaimana teknologi pembelajaran adaptif dapat memengaruhi proses belajar siswa. Dengan demikian, mereka tidak hanya mampu menggunakan teknologi, tetapi juga mampu mengkritisinya.
Lebih jauh, pendidikan tinggi juga harus mendorong ruang diskusi lintas bidang—menggabungkan teknologi, filsafat, psikologi, dan kebijakan publik. Inilah cara membentuk mahasiswa yang tidak hanya tech-savvy, tetapi juga ethically aware dan future-ready.
Pada akhirnya, kesiapan mahasiswa dalam mengambil keputusan di era AI bukanlah tentang seberapa canggih mereka dalam menggunakan perangkat lunak, tetapi seberapa dalam mereka memahami implikasi dari setiap keputusan yang melibatkan teknologi. Mahasiswa harus dibekali dengan kombinasi pengetahuan teknis, keberanian moral, dan ketajaman berpikir.
Di era yang serba cepat dan penuh gangguan ini, mereka harus mampu berhenti sejenak, bertanya, dan berpikir: apakah keputusan ini adil? Apakah ini benar? Apakah ini membawa manfaat jangka panjang? Dengan begitu, mahasiswa tidak akan menjadi korban dari kecanggihan AI, tetapi menjadi aktor utama yang mampu menavigasi teknologi demi kemanusiaan yang lebih baik.
Penulis: Nurullita Sari
Artikel Terkait
Lulusan Pertama Thariq Boarding Sudah Tembus 54 Persen PTN dan PTLN
Terima Undangan Kemendes PDTT, Ryan Adam Siap Bawa Nama Baik Luwu Utara di Tingkat Nasional
Cegah Dampak Buruk Pekerja Anak, Forum PATBM dan Forum Anak Luwu Utara Gelar Dialog
Inilah Sosok Raja Yordania Abdullah II, Penguasa Muslim Terang-Terangan Dukung Palestina, Siapa Sebenarnya?
Yono Bakrie Resmi Menikah dengan Vini Caroline, Ini Sosoknya
Pementasan Teater MA Muhammadiyah 1 Kota Bandung: Penuh Penonton dan Menginspirasi
Memaknai Jiwa Nasionalisme pada Gen Z Masa Kini
Penanaman Rasa Tauhid di Kalangan Mahasiswa Saat Ini
Menyimak Minimnya Rasa Bela Negara di Tengah Masyarakat Kita
Perkuat Kerja Sama Sektor Pertanian, Perumda Simpurusiang Teken MoU Bersama 2 BUMD