KLIKANGGARAN -- Tauhid, sebagai inti dari ajaran Islam, bukan sekadar keyakinan akan keesaan Allah, tetapi juga fondasi dalam membentuk karakter, etika, dan cara berpikir seorang Muslim. Dalam konteks mahasiswa—yang berada dalam masa pencarian jati diri, kematangan intelektual, dan kebebasan berekspresi—penanaman rasa tauhid memiliki arti yang sangat penting dan strategis.
Sayangnya, di tengah arus modernitas dan globalisasi yang deras, nilai-nilai tauhid sering kali terpinggirkan oleh gaya hidup pragmatis, materialistis, bahkan hedonis. Banyak mahasiswa yang cerdas secara akademik, namun rapuh dalam spiritualitas dan krisis dalam nilai-nilai keimanan. Inilah tantangan yang harus menjadi perhatian serius, baik oleh institusi pendidikan, keluarga, maupun lingkungan masyarakat.
Penanaman rasa tauhid bukan berarti mengarahkan mahasiswa menjadi eksklusif atau ekstrem dalam beragama. Justru sebaliknya, tauhid yang benar akan melahirkan pribadi yang seimbang: kuat dalam keyakinan, terbuka dalam berpikir, dan berakhlak mulia dalam tindakan. Tauhid yang tertanam dengan baik akan membentuk mahasiswa yang jujur, amanah, bertanggung jawab, serta memiliki kesadaran sosial yang tinggi.
Baca Juga: Memaknai Jiwa Nasionalisme pada Gen Z Masa Kini
Dalam praktiknya, pembinaan tauhid di kalangan mahasiswa harus dilakukan dengan pendekatan yang humanis dan dialogis, bukan sekadar dogmatis. Kajian keislaman, mentoring spiritual, kegiatan organisasi keagamaan, dan pembelajaran berbasis nilai harus menjadi bagian integral dari kehidupan kampus. Kampus tidak boleh sekadar menjadi tempat menimba ilmu dunia, tetapi juga medan pembentukan jiwa dan iman.
Lebih dari itu, para dosen dan pembina di perguruan tinggi juga memiliki peran penting sebagai teladan. Keteladanan dalam ucapan, sikap, dan integritas adalah sarana efektif dalam menanamkan nilai-nilai tauhid. Mahasiswa tidak cukup hanya mendengar teori tentang keesaan Allah; mereka butuh melihat bagaimana tauhid itu membentuk etika kerja, relasi sosial, dan tanggung jawab moral di dunia nyata.
Kita hidup di zaman yang penuh tantangan, di mana relativisme nilai menjadi sesuatu yang lazim. Dalam situasi seperti ini, tauhid menjadi kompas moral yang tak boleh ditawar. Tauhid bukan sekadar fondasi akidah, tapi juga pondasi bagi peradaban.
Ketika mahasiswa memahami tauhid dengan benar, mereka akan menjadi pribadi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga beriman, bermoral, dan berkontribusi bagi bangsa dan umat.
Penulis: Rachmatullah Rusli
Artikel Terkait
Dinilai Paling Aktif, BKPRMI Mappedeceng Terima Penghargaan pada Musda V DPD BKPRMI Luwu Utara
Mantan Artis Cilik Chikita Meidy Ungkap Kelakuan Sebenarnya Suami, Indra Adhitya, Begini Pernyataannya
Ternyata Ini Penyebab Gusti Irwan Wibowo alias Gustiwiw Menurut Sang Ibu
Lulusan Pertama Thariq Boarding Sudah Tembus 54 Persen PTN dan PTLN
Terima Undangan Kemendes PDTT, Ryan Adam Siap Bawa Nama Baik Luwu Utara di Tingkat Nasional
Cegah Dampak Buruk Pekerja Anak, Forum PATBM dan Forum Anak Luwu Utara Gelar Dialog
Inilah Sosok Raja Yordania Abdullah II, Penguasa Muslim Terang-Terangan Dukung Palestina, Siapa Sebenarnya?
Yono Bakrie Resmi Menikah dengan Vini Caroline, Ini Sosoknya
Pementasan Teater MA Muhammadiyah 1 Kota Bandung: Penuh Penonton dan Menginspirasi
Memaknai Jiwa Nasionalisme pada Gen Z Masa Kini