KLIKANGGARAN -- Di era serba digital dan globalisasi yang pesat, perbincangan soal nasionalisme di kalangan generasi Z (Gen Z) seringkali menimbulkan kekhawatiran. Sebagian orang menilai Gen Z mulai kehilangan jati diri kebangsaan karena lebih akrab dengan budaya luar dibanding budaya sendiri. Namun, benarkah demikian?
Sebelum menjatuhkan penilaian, penting bagi kita untuk memahami bahwa cara Gen Z memaknai nasionalisme tidak lagi sama seperti generasi sebelumnya. Nasionalisme bagi mereka bukan semata-mata simbolik—seperti berdiri tegak saat upacara bendera atau menghafal teks Pancasila—melainkan telah bertransformasi menjadi bentuk ekspresi yang lebih dinamis, kreatif, dan relevan dengan zaman.
Gen Z tumbuh di tengah kemajuan teknologi dan terbukanya informasi global. Mereka belajar dari berbagai sumber, membangun jejaring lintas negara, dan mengembangkan cara pandang yang lebih inklusif.
Baca Juga: Pementasan Teater MA Muhammadiyah 1 Kota Bandung: Penuh Penonton dan Menginspirasi
Dalam situasi ini, rasa cinta tanah air bukan hilang, tetapi ditransformasikan. Kita bisa melihat bagaimana banyak anak muda Indonesia menggunakan media sosial untuk mengangkat budaya lokal, memperkenalkan kekayaan kuliner, mempromosikan pariwisata, hingga membela nilai-nilai toleransi dan keberagaman.
Contohnya, tidak sedikit content creator muda yang secara aktif memperkenalkan batik, tarian daerah, atau bahasa daerah melalui platform global seperti YouTube dan TikTok. Di bidang teknologi, anak-anak muda membangun startup yang menyelesaikan masalah lokal dan mengharumkan nama Indonesia di panggung dunia. Semua ini adalah bentuk nyata dari nasionalisme masa kini—nasionalisme yang progresif, adaptif, dan menyatu dengan dunia digital.
Namun demikian, kita tetap perlu waspada. Di balik kebebasan dan keterbukaan informasi, Gen Z juga rentan terhadap arus radikalisme, disinformasi, dan budaya instan. Di sinilah peran penting pendidikan karakter dan literasi digital. Sekolah, keluarga, dan media memiliki tanggung jawab bersama untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan dengan pendekatan yang relevan—bukan dengan paksaan, tetapi dengan dialog, keteladanan, dan ruang partisipasi aktif.
Baca Juga: Yono Bakrie Resmi Menikah dengan Vini Caroline, Ini Sosoknya
Nasionalisme bukanlah warisan yang cukup dikenang, tapi semangat yang harus terus dirawat dan diciptakan ulang sesuai zaman. Gen Z memiliki potensi besar menjadi agen perubahan yang mencintai negerinya dengan cara mereka sendiri.
Tugas kita sebagai masyarakat adalah memberi ruang, mendukung, sekaligus membimbing agar jiwa nasionalisme itu tumbuh tidak hanya sebagai slogan, tetapi sebagai kesadaran dan tanggung jawab nyata terhadap masa depan Indonesia.
Penulis: Saepudin Karta Sasmita
Artikel Terkait
Terpilih Aklamasi Pimpin BKPRMI Luwu Utara, Andi Lalak: Innalillah!
Dinilai Paling Aktif, BKPRMI Mappedeceng Terima Penghargaan pada Musda V DPD BKPRMI Luwu Utara
Mantan Artis Cilik Chikita Meidy Ungkap Kelakuan Sebenarnya Suami, Indra Adhitya, Begini Pernyataannya
Ternyata Ini Penyebab Gusti Irwan Wibowo alias Gustiwiw Menurut Sang Ibu
Lulusan Pertama Thariq Boarding Sudah Tembus 54 Persen PTN dan PTLN
Terima Undangan Kemendes PDTT, Ryan Adam Siap Bawa Nama Baik Luwu Utara di Tingkat Nasional
Cegah Dampak Buruk Pekerja Anak, Forum PATBM dan Forum Anak Luwu Utara Gelar Dialog
Inilah Sosok Raja Yordania Abdullah II, Penguasa Muslim Terang-Terangan Dukung Palestina, Siapa Sebenarnya?
Yono Bakrie Resmi Menikah dengan Vini Caroline, Ini Sosoknya
Pementasan Teater MA Muhammadiyah 1 Kota Bandung: Penuh Penonton dan Menginspirasi