KLIKANGGARAN -- Di tengah derasnya arus globalisasi dan kompleksitas kehidupan sosial modern, kita dihadapkan pada sebuah ironi kebangsaan: menurunnya rasa bela negara di kalangan masyarakat.
Fenomena ini terlihat dari rendahnya partisipasi aktif dalam menjaga keutuhan bangsa, melemahnya kesadaran terhadap nilai-nilai kebangsaan, hingga sikap apatis terhadap berbagai persoalan nasional. Rasa bela negara—yang sejatinya menjadi fondasi bagi stabilitas dan keberlanjutan bangsa—kini seperti mulai pudar dari kesadaran kolektif.
Mengapa hal ini bisa terjadi?
Pertama, masih banyak masyarakat yang memahami konsep bela negara secara sempit. Istilah ini sering kali diidentikkan dengan kewajiban militer atau keterlibatan dalam pertahanan bersenjata. Padahal, dalam kerangka negara demokratis modern, bela negara memiliki makna yang jauh lebih luas.
Baca Juga: Penanaman Rasa Tauhid di Kalangan Mahasiswa Saat Ini
Bela negara mencakup segala bentuk kontribusi warga negara dalam mempertahankan eksistensi dan martabat bangsa, baik melalui pendidikan, ekonomi, kesehatan, teknologi, maupun budaya.
Konsep bela negara seharusnya melekat dalam tindakan sehari-hari: mematuhi hukum, tidak melakukan korupsi, menjaga kerukunan, peduli terhadap lingkungan, hingga aktif menyampaikan kritik yang membangun terhadap pemerintah.
Sayangnya, tindakan-tindakan ini kerap dianggap sepele, bukan sebagai bagian dari bela negara, sehingga masyarakat merasa tidak memiliki peran strategis dalam menjaga keutuhan bangsa.
Kedua, krisis kepercayaan terhadap institusi negara ikut memengaruhi melemahnya semangat bela negara. Ketika masyarakat melihat ketimpangan hukum, praktik korupsi, dan kurangnya keteladanan dari para pemimpin, maka rasa memiliki terhadap negara pun menurun.
Baca Juga: Memaknai Jiwa Nasionalisme pada Gen Z Masa Kini
Rasa bela negara tidak bisa tumbuh di tengah kekecewaan yang dibiarkan membusuk. Ia membutuhkan keadilan, transparansi, dan kepemimpinan yang berintegritas sebagai pupuknya.
Ketiga, peran pendidikan—baik formal maupun informal—masih belum optimal dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Pelajaran PPKn di sekolah sering kali bersifat teoritis dan kurang relevan dengan kehidupan nyata siswa. Padahal, generasi muda sebagai pewaris masa depan bangsa perlu dikenalkan pada praktik-praktik bela negara yang kontekstual, konkret, dan sesuai dengan tantangan zaman. Pendidikan karakter, literasi digital, dan kesadaran sosial harus menjadi bagian integral dari kurikulum yang membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga memiliki komitmen kebangsaan yang kuat.
Apa yang bisa kita lakukan?
Membangkitkan kembali semangat bela negara memerlukan upaya kolektif. Negara harus hadir melalui kebijakan yang adil dan pelayanan publik yang baik. Pemerintah perlu memberi ruang bagi partisipasi masyarakat, serta melibatkan komunitas, tokoh agama, tokoh budaya, dan media dalam menyuarakan pentingnya bela negara.
Artikel Terkait
Mantan Artis Cilik Chikita Meidy Ungkap Kelakuan Sebenarnya Suami, Indra Adhitya, Begini Pernyataannya
Ternyata Ini Penyebab Gusti Irwan Wibowo alias Gustiwiw Menurut Sang Ibu
Lulusan Pertama Thariq Boarding Sudah Tembus 54 Persen PTN dan PTLN
Terima Undangan Kemendes PDTT, Ryan Adam Siap Bawa Nama Baik Luwu Utara di Tingkat Nasional
Cegah Dampak Buruk Pekerja Anak, Forum PATBM dan Forum Anak Luwu Utara Gelar Dialog
Inilah Sosok Raja Yordania Abdullah II, Penguasa Muslim Terang-Terangan Dukung Palestina, Siapa Sebenarnya?
Yono Bakrie Resmi Menikah dengan Vini Caroline, Ini Sosoknya
Pementasan Teater MA Muhammadiyah 1 Kota Bandung: Penuh Penonton dan Menginspirasi
Memaknai Jiwa Nasionalisme pada Gen Z Masa Kini
Penanaman Rasa Tauhid di Kalangan Mahasiswa Saat Ini