Kalkulus dan Perjalanan Mencari Arti di Balik Angka

photo author
- Selasa, 10 Juni 2025 | 12:59 WIB
Ilustrasi (Sumber: SerayuNews)
Ilustrasi (Sumber: SerayuNews)

KLIKANGGARAN -- Kalkulus sering kali dianggap sebagai mata kuliah untuk segelintir orang jenius. Saya pun sempat percaya bahwa kalkulus terlalu rumit untuk bisa saya kuasai. Namun ternyata, kerumitan itu justru menjadi jalan menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang kehidupan.

Bagi sebagian besar mahasiswa, kata “kalkulus” terdengar mengintimidasi. Penelitian dari Taylor & Francis Group tahun 2020 mencatat bahwa lebih dari 60 persen mahasiswa mengalami kecemasan terhadap mata kuliah ini. Banyak yang menganggap kalkulus sebagai wilayah eksklusif yang penuh misteri.

Saya pun merasakan kegelisahan yang sama saat memasuki dunia perkuliahan. Simbol, grafik, dan rumus yang berjejer di papan tulis membuat saya merasa asing. Namun semuanya berubah saat saya bertemu Pak Sanubari di ruang kelas kalkulus Universitas Pamulang.

Baca Juga: Benarkan Diskrit Lebih Mudah Dibandingkan dengan Kalkulus?

Beliau bukan sekadar pengajar, melainkan seorang pendamping belajar sejati bagi kami. Ia sabar, sistematis, dan memahami betul ritme berpikir mahasiswa baru. Cara beliau menjelaskan membuat saya merasa dilibatkan, bukan diadili.

Ada kalimat yang terus saya ingat dari beliau: “Jangan takut pada nilai, tetapi takutlah jika kamu tidak bisa berproses dan berkembang di sini.” Sederhana, tetapi menghunjam tepat ke pusat kegelisahan saya. Ucapan itu menjadi jangkar bagi semangat saya setiap kali hampir menyerah.

Konsep limit dan turunan sempat terasa mustahil untuk saya mengerti. Akan tetapi, beliau mampu menyederhanakan yang rumit tanpa meremehkan. Sejak saat itu, saya mulai percaya bahwa pemahaman selalu mungkin jika kita bersedia belajar dengan sabar dan tekun.

Baca Juga: Analisis Real: Antara Ketelitian dan Kerumitan dalam Matematika

Di suatu pertemuan, Pak Sanubari bercerita di kelas, tentang dirinya saat masih berkuliah. Ia pernah mendapat nilai ujian hanya di angka 20, tetapi tidak menjadikannya alasan untuk menyerah. Justru dari titik terendah itu, semangatnya bangkit lebih kuat.

“Saya memang tidak sepintar teman-teman saya, tapi saya mengejarnya dengan ketekunan,” ujarnya. Ucapan itu menampar asumsi saya bahwa kemampuan adalah sesuatu yang lahir dari bakat. Ternyata, ketekunan bisa melampaui segala keterbatasan.

Saya juga teringat cerita teman sekelas yang berasal dari jurusan IPS. Ia menganggap matematika sebagai sesuatu yang menakutkan, tetapi kalkulus mengubah cara pandangnya. Karena metode pembelajaran dan kalimat motivasi tersebut, ia mulai belajar lebih awal lewat video YouTube agar tidak ketinggalan saat kuliah berlangsung.

Saya menyadari bahwa keberanian untuk belajar sering kali tumbuh dari lingkungan yang suportif. Ketika pengajar mampu menumbuhkan rasa aman, maka belajar menjadi ruang eksplorasi, bukan kompetisi. Dan dari situ, rasa takut bisa bertransformasi menjadi rasa ingin tahu.

Baca Juga: Tak Hanya Pamit dari X, Ernest Prakasa juga Hengkang dari Threads

Kalkulus perlahan tak lagi terlihat sebagai tumpukan angka yang membingungkan. Ia menjadi tempat saya berlatih berpikir sistematis, menyusun strategi, dan melatih kesabaran. Setiap soal bukan lagi musuh, melainkan teman yang menantang saya untuk bertumbuh.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Insan Purnama

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X