KLIKANGGARAN -- Kalkulus sering kali dianggap sebagai mata kuliah untuk segelintir orang jenius. Saya pun sempat percaya bahwa kalkulus terlalu rumit untuk bisa saya kuasai. Namun ternyata, kerumitan itu justru menjadi jalan menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang kehidupan.
Bagi sebagian besar mahasiswa, kata “kalkulus” terdengar mengintimidasi. Penelitian dari Taylor & Francis Group tahun 2020 mencatat bahwa lebih dari 60 persen mahasiswa mengalami kecemasan terhadap mata kuliah ini. Banyak yang menganggap kalkulus sebagai wilayah eksklusif yang penuh misteri.
Saya pun merasakan kegelisahan yang sama saat memasuki dunia perkuliahan. Simbol, grafik, dan rumus yang berjejer di papan tulis membuat saya merasa asing. Namun semuanya berubah saat saya bertemu Pak Sanubari di ruang kelas kalkulus Universitas Pamulang.
Baca Juga: Benarkan Diskrit Lebih Mudah Dibandingkan dengan Kalkulus?
Beliau bukan sekadar pengajar, melainkan seorang pendamping belajar sejati bagi kami. Ia sabar, sistematis, dan memahami betul ritme berpikir mahasiswa baru. Cara beliau menjelaskan membuat saya merasa dilibatkan, bukan diadili.
Ada kalimat yang terus saya ingat dari beliau: “Jangan takut pada nilai, tetapi takutlah jika kamu tidak bisa berproses dan berkembang di sini.” Sederhana, tetapi menghunjam tepat ke pusat kegelisahan saya. Ucapan itu menjadi jangkar bagi semangat saya setiap kali hampir menyerah.
Konsep limit dan turunan sempat terasa mustahil untuk saya mengerti. Akan tetapi, beliau mampu menyederhanakan yang rumit tanpa meremehkan. Sejak saat itu, saya mulai percaya bahwa pemahaman selalu mungkin jika kita bersedia belajar dengan sabar dan tekun.
Baca Juga: Analisis Real: Antara Ketelitian dan Kerumitan dalam Matematika
Di suatu pertemuan, Pak Sanubari bercerita di kelas, tentang dirinya saat masih berkuliah. Ia pernah mendapat nilai ujian hanya di angka 20, tetapi tidak menjadikannya alasan untuk menyerah. Justru dari titik terendah itu, semangatnya bangkit lebih kuat.
“Saya memang tidak sepintar teman-teman saya, tapi saya mengejarnya dengan ketekunan,” ujarnya. Ucapan itu menampar asumsi saya bahwa kemampuan adalah sesuatu yang lahir dari bakat. Ternyata, ketekunan bisa melampaui segala keterbatasan.
Saya juga teringat cerita teman sekelas yang berasal dari jurusan IPS. Ia menganggap matematika sebagai sesuatu yang menakutkan, tetapi kalkulus mengubah cara pandangnya. Karena metode pembelajaran dan kalimat motivasi tersebut, ia mulai belajar lebih awal lewat video YouTube agar tidak ketinggalan saat kuliah berlangsung.
Saya menyadari bahwa keberanian untuk belajar sering kali tumbuh dari lingkungan yang suportif. Ketika pengajar mampu menumbuhkan rasa aman, maka belajar menjadi ruang eksplorasi, bukan kompetisi. Dan dari situ, rasa takut bisa bertransformasi menjadi rasa ingin tahu.
Baca Juga: Tak Hanya Pamit dari X, Ernest Prakasa juga Hengkang dari Threads
Kalkulus perlahan tak lagi terlihat sebagai tumpukan angka yang membingungkan. Ia menjadi tempat saya berlatih berpikir sistematis, menyusun strategi, dan melatih kesabaran. Setiap soal bukan lagi musuh, melainkan teman yang menantang saya untuk bertumbuh.
Artikel Terkait
Ketika Matematika Tidak Lagi Rumit: Operasi Baris Elementer yang Mengubah Cara Pandang Saya
Kalkulus dan Nilai Mutlak: Perjalanan Menemukan Makna di Balik Kesulitan
Mengasah Imajinasi! TIM PKM Sastra Indonesia Unpam Gelar Pelatihan Puisi di SMA Al Jabbar Tangerang
Polemik Tambang Nikel di Raja Ampat: Gus Yahya Diminta Bertindak, Gus Fahrur Angkat Bicara
Jemaah Haji Indonesia Picu Alarm Hotel di Arab Saudi Akibat Merokok di Kamar
Saksikan! Pagelaran Teater MA Muhammadiyah 1 Kota Bandung di Padepokan Mayang Sunda
Raffi Ahmad Beli 50 Kambing Kurban dari Ibu Fadil Jaidi di Momen Idul Adha 2025: Tahun Depan 100 Kambing!
Tak Hanya Pamit dari X, Ernest Prakasa juga Hengkang dari Threads
Analisis Real: Antara Ketelitian dan Kerumitan dalam Matematika
Benarkan Diskrit Lebih Mudah Dibandingkan dengan Kalkulus?