Literasi Digital: Kewarganegaraan dan Identitas di Era Digital

photo author
- Selasa, 3 Desember 2024 | 16:38 WIB
Akses Internet
Akses Internet

KLIKANGGARAN --- Di tengah pesatnya kemajuan teknologi, literasi digital telah menjadi keterampilan fundamental yang harus dimiliki oleh setiap individu. Literasi digital tidak hanya mencakup kemampuan untuk mengoperasikan perangkat digital atau menggunakan internet, tetapi juga mencakup pemahaman yang mendalam tentang bagaimana teknologi ini membentuk identitas, partisipasi, dan kewarganegaraan.

Nicholas Negroponte (1995) dan Engin Isin dan Evelyn Ruppert (2015) menawarkan pandangan yang berbeda namun saling melengkapi tentang bagaimana literasi digital berperan dalam kehidupan kita—baik secara individu maupun kolektif.

Dalam Being Digital (1995), Nicholas Negroponte mengungkapkan transformasi mendalam yang sedang terjadi di dunia kita, di mana teknologi digital menggantikan sistem analog yang selama ini mendominasi kehidupan sehari-hari. Negroponte menggambarkan pergeseran dari dunia fisik yang berbasis pada ukuran dan format analog ke dunia yang diukur dalam byte, yaitu unit data digital.

Negroponte mengatakan bahwa untuk memahami dunia digital, individu perlu memiliki literasi digital—kemampuan untuk mengakses, memahami, dan mengelola informasi dalam bentuk digital. Literasi ini tidak hanya mencakup keterampilan teknis seperti menggunakan komputer atau perangkat mobile, tetapi juga keterampilan kritis yang memungkinkan individu untuk menavigasi dunia informasi yang kompleks dan terus berkembang.

Negroponte memprediksi bahwa masa depan akan didominasi oleh informasi yang bersifat digital, yang dapat dengan mudah diakses, dimodifikasi, dan disebarluaskan. Oleh karena itu, literasi digital lebih dari sekadar kemampuan teknis, tetapi juga merupakan kemampuan untuk memahami dinamika informasi—bagaimana informasi dibuat, dibagikan, dan digunakan. Ini adalah keterampilan yang sangat penting dalam menghadapi tantangan seperti disinformasi, keamanan data, dan pengaruh algoritma terhadap kehidupan kita.

Berbeda dengan Negroponte, yang lebih fokus pada perubahan teknis dan ekonomi yang dibawa oleh revolusi digital, Engin Isin dan Evelyn Ruppert (2015) mengkaji dampak teknologi digital terhadap kewarganegaraan dan identitas sosial. Isin dan Ruppert berargumen bahwa kewarganegaraan digital—kemampuan untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan politik melalui media digital—adalah bentuk kewarganegaraan yang baru di era digital.

Isin dan Ruppert mengungkapkan bahwa literasi digital tidak hanya menyangkut kemampuan teknis, tetapi juga pemahaman tentang bagaimana individu dapat berperan aktif dalam masyarakat digital. Dalam konteks ini, kewarganegaraan digital melibatkan dua aspek utama: partisipasi dan tanggung jawab.

Partisipasi digital berarti menggunakan platform digital untuk berkomunikasi, berinteraksi, dan menyuarakan pendapat. Hal ini bisa melalui media sosial, blog, atau platform lainnya yang memungkinkan individu untuk terlibat dalam diskursus sosial dan politik.

Namun, literasi digital dalam konteks kewarganegaraan juga mencakup pemahaman tentang bagaimana kita memproteksi hak-hak digital kita. Isin dan Ruppert menekankan pentingnya kesadaran akan isu-isu seperti pengawasan massal, perlindungan data pribadi, dan manipulasi informasi.

Dalam dunia yang semakin terkoneksi, kewarganegaraan digital juga berarti memiliki pemahaman yang mendalam tentang bagaimana data pribadi kita digunakan oleh negara dan perusahaan, serta bagaimana pengawasan digital dapat mempengaruhi kebebasan individu.

Salah satu poin menarik dari kedua pandangan ini adalah pentingnya etika dalam dunia digital. Negroponte, dalam Being Digital, memprediksi bahwa dunia digital akan menciptakan banyak peluang, tetapi juga tantangan besar dalam hal kontrol informasi dan privasi. Oleh karena itu, literasi digital harus mencakup bukan hanya keterampilan teknis tetapi juga pemahaman tentang bagaimana menggunakan teknologi dengan bijaksana dan etis.

Pengguna digital perlu dilatih untuk memahami konsekuensi dari aktivitas online mereka—baik itu terkait dengan privasi, keamanan, atau dampak sosial dari tindakan mereka.

Sementara itu, Isin dan Ruppert dalam Being Digital Citizens menekankan pentingnya tanggung jawab sosial dalam dunia digital. Mereka berpendapat bahwa kewarganegaraan digital harus melibatkan kesadaran akan ketidaksetaraan akses teknologi dan peran digital dalam memperkuat atau mengurangi ketimpangan sosial.

Literasi digital harus membekali individu dengan kemampuan untuk melihat dunia digital tidak hanya sebagai alat untuk konsumsi atau hiburan, tetapi juga sebagai ruang untuk partisipasi aktif dalam pembentukan kebijakan dan budaya yang inklusif dan adil.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Insan Purnama

Sumber: opini

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X