Kekerasan Terhadap Anak Terus Berulang, Bagaimana Islam Mengatasinya?

photo author
- Kamis, 4 April 2024 | 10:11 WIB
Gambar hanya ilustrasi (Pixabay/ArteGamor)
Gambar hanya ilustrasi (Pixabay/ArteGamor)

Negara seharusnya melakukan kontrol dan pengawasan terhadap konten, tayangan, tontonan, dan produksi film yang berbau pornografi atau kekerasan. Akan tetapi, sekularisme telah melenyapkan peran negara dalam aspek ini. Film-film berbau maksiat dan kekerasan bebas diproduksi tanpa ketegasan. Konten atau tayangan yang tidak mendidik masih bertebaran dan mudah diakses. Tontonan pun menjadi tuntunan yang menuntun masyarakat dalam bertingkah laku bukan lagi berlandaskan Islam.

Lemahnya Penerapan Hukum Negara

Perangkat hukum di negeri ini belum mampu memberikan efek jera kepada para pelaku kekerasan terhadap anak. Regulasi memang sudah ada, seperti UU Perlindungan Anak. Pelaku penganiayaan terhadap anak, berdasarkan Pasal 76c, akan terancam pidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan/atau denda hingga Rp72 juta.

Apabila mengakibatkan luka berat, hukumannya dapat mencapai 5 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp100 juta. Namun, faktanya, hal tersebut tidak mampu mengurangi jumlah kasus kekerasan pada anak, yang ada justru terus meningkat. Artinya, negara lemah dalam menjamin dan melindungi anak dari kekerasan. Sekalipun di tiap kota/kabupaten telah diterapkan kota atau sekolah ramah anak, jika sistem sekuler masih bernaung, dampak positifnya tidak akan terlihat.

Begitu pula dengan program edukasi antikekerasan atau sejenisnya, juga tidak akan mampu mencegah kekerasan pada anak manakala pandangan sekuler masih mengakar dalam kehidupan hari ini. Sekularisme membuat orang tua lengah memberikan konsep keimanan dan ketaatan pada Allah Taala. Sekularisme membuat aktivitas amar makruf nahi mungkar hilang dalam kehidupan masyarakat. Sekularisme membuat peran negara sangat minimalis dalam melindungi anak dari berbagai kejahatan dan kekerasan.

Gerakan “Zero Kekerasan pada Anak” yang digagas juga tidak akan terwujud dengan baik selama roda kehidupan ini berparadigma sekuler. Semua pihak harus menyadari bahwa akar dari maraknya kekerasan pada anak adalah ideologi kapitalisme beserta akidah sekularismenya.

Mekanisme Islam Mengatasi Kekerasan pada Anak

Islam memandang anak sebagai karunia yang berstatus suci. Ketika terlahir ke dunia anak masih berstatus suci dan belum memiliki dosa. Seorang anak bisa menjadi karunia dan penolong di akhirat nanti jika orang tua mampu mendidiknya dengan baik. Namun, anak juga bisa menjadi malapetaka jika orang tua gagal dalam mendidiknya. Al-Qur’an menyebutkan, selain sebagai perhiasan dan penyejuk hati, anak juga merupakan sebuah ujian dan musuh bagi orang tuanya.

Di sisi lain, Islam juga memahami benar potensi dan kebutuhan anak-anak. Secara fitrah, seorang anak berhak memperoleh perlindungan dan kasih sayang di mana pun dia berada, baik di tengah keluarga, masyarakat, maupun negara. Islam paham betul bahwa anak merupakan aset yang paling berharga bagi sebuah peradaban. Untuk itu, Islam meletakkan perhatiannya secara penuh dalam mewujudkan generasi cerdas dan berkualitas, baik secara akademis, emosional, dan spiritual.

Islam mewajibkan semua lapisan, baik keluarga, masyarakat, dan negara, untuk memahami pentingnya melindungi dan memenuhi kebutuhan anak. Keluarga harus bersinergi mendidik, mengasuh, mencukupi gizi anak, dan menjaga mereka dengan basis keimanan dan ketakwaan kepada Allah Taala.

Adapun, lingkungan masyarakat berperan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Masyarakat adalah pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Dengan penerapan sistem sosial Islam, masyarakat akan terbiasa melakukan amar makruf nahi mungkar kepada siapa pun.

Terakhir, negara sebagai pemegang kunci utama dalam mewujudkan sistem pendidikan, sosial, dan keamanan dalam melindungi generasi. Dalam hal ini, fungsi negara adalah memberikan pemenuhan kebutuhan berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan setiap anak sehingga kesejahteraan bisa dirasakan oleh seluruh anak.

Selain itu, negara juga menerapkan sistem sanksi Islam. Negara Islam akan menerapkan sanksi yang tegas dan menjerakan bagi semua pihak yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak.

Melalui sistem sanksi Islam, negara akan memastikan pelaku kejahatan bagi anak mendapatkan hukuman yang setimpal akibat tindakan kriminalnya. Sepanjang hukum Islam ditegakkan, kriminalitas jarang terjadi. Ini karena sanksi Islam memberi efek jera bagi pelaku sehingga tidak akan ada cerita kasus kejahatan atau kekerasan berulang terjadi.

Dalam Islam, dorongan perlindungan kepada anak-anak bukan sekadar karena kondisi fitrah mereka. Lebih dari itu, memberi perlindungan kepada anak-anak merupakan perintah Allah Taala yang didasari karena dorongan akidah Islam.
Allah subhanahu wata’ala berfirman yang artinya, “Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS An-Nisa: 9)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Insan Purnama

Sumber: opini

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X