KLIKANGGARAN -- Dirty Vote Documenter dirilis pada 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB di kanal YouTube PSHK Indonesia. Sebuah film dokumenter yang dibintangi tiga orang ahli hukum tata negara yang membahas tentang dugaan penyimpangan yang terjadi pada pemilu Presiden 2024.
Sebagai generasi Z, menurut saya, film Dirty Vote documenter sangat bermanfaat. Kita bisa melihat dari sudut pandang para ahli hukum tata negara dan juga bukti-bukti yang disampaikan. Film ini sangat membantu kita melihat rekam jejak para ketiga capres dan cawapres, sehingga dapat menghindari orang terburuk memimpin negeri ini.
Pada film ini, ahli hukum tata negara menjelaskan “apakah pilpres Indonesia 2024 akan 1 putaran?” Feri Amsari menjawab pertanyaan tersebut “Tidak mudah, bagi seorang calon presiden memenangkan 50% suara dalam 1 putaran pemilu, bukan faktor tunggal.”
Feri juga menjelaskan pentingnya sebaran wilayah dengan memberi contoh pemilu 2016 Amerika Serikat, yaitu Hillary Clinton dan Donald Trump, di mana Clinton lebih unggul dalam hasil suara tapi Trump memiliki sebaran wilayah yang lebih banyak sehingga pemilu tersebut dimenangkan oleh Trump.
Saya lebih paham bahwa sebenarnya memenangkan pemilu dengan 1 kali putaran itu tidak hanya 50% + 1% melainkan ada aspek yang harus di penuhi yaitu menang di sebaran wilayah sebanyak 20 provinsi dengan 20% suara minimum.
Hasil suara bukan faktor tunggal, sehingga banyak para pejabat yang tidak netral. Mulai dari kepala daerah hingga para menteri, pada film ditayangkan contoh dari ketidaknetralan tersebut. Segala cara mereka lakukan demi kemulusan kepentingan kelompok tertentu, Masyarakat menengah yang dijadikan tumbal demi kepuasaan dan kekuasaan mereka.
Menggelontorkan bansos lebih besar dari pandemi dengan secara terang-terangan meminta Masyarakat untuk memilih penerus Jokowi, itukah yang dinamakan netral? Pada film juga menanyakan apakah para Menteri yang ikut berkampanye tapi tidak terdaftar sebagai tim kampanye paslon yang di dukung sedang cuti atau tidak.
Selain Menteri, ada pertanyaan yang muncul “Apakah presiden harus netral?” Bivitri Susanti menjawab pertanyaan tersebut “Kita tentu saja harus berpegang pada undang-undang pemilu, undang-undang 7 tahun 2017. Dikatakan disitu, memang presiden boleh berkampanye tapi kita harus membaca undang-undang secara utuh dan lengkap.” Kesimpulan dari penjelasan Bivitri ialah presiden boleh berkampanye tapi ada syarat yang ketat sehingga tidak bisa sembarangan dilakukan.
Selanjutnya yang menjadi perhatian dan menarik untuk di ketahui adalah ketok palu mahkamah konstitusi. Zainal Arifin Mochtar dan Bivitri Susanti mengatakan puncak dari permasalahan yang terjadi ada di Mahkamah Konstitusi, banyak hal yang dipaksakan untuk dapat meloloskan anak presiden tersebut.
Ketiga ahli menjelaskan alur terjadinya Gibran menjadi cawapres, salah satunya permohonan gugatan Almaz, hasil putusan MK yang tidak sesuai dengan permohonan Almaz di mana permohonan Almaz “Berpengalaman sebagai…” dan hasil putusannya “Pernah/sedang menduduki jabatan…” dari sini bisa dilihat keterpaksaan hasil putusan untuk meloloskan Gibran menjadi cawapres. Dari kejadian Mahkamah Konstitusi ini, media massa nasional menyebut Gibran sebagai “Anak Haram Konstitusi.”
Itulah beberapa hal yang menarik bagi saya sebagai generasi Z, Dirty vote documenter adalah rangkuman dari penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi pada pemilu 2024.
Setelah ditayangkan film ini banyak sekali pro dan kontra yang saya temui di sosial media, mereka ada yang menjadi terbuka pemikirannya dan ada yang tersinggung dengan penjelasan para akademisi tersebut. Lalu timbul banyak pertanyaan yang saya temui, ada 2 yang ingin saya berikan pendapat.
1.Apakah film ini netral?
Artikel Terkait
Pemilu 2024: Mencegah Polarisasi dan Mewujudkan Pemimpin yang Bersatu
Menginspirasi Keindahan Melalui Mata Hati: Petualangan Tak Terlupakan di Museum Gereja Katedral
Koalisi Penyandang Disabilitas Mendorong Terbentuknya Pp Konsesi Dan Insentif Bagi Penyandang Disabilitas
Mencetak Wirausaha Muda untuk Kemajuan Bangsa
Menata Keuangan Bagi Gen Z: Pentingnya Pemahaman Akuntansi di Era Digital
Menyiapkan Santri Menyongsong Era Bonus Demografi
Keputusan MK, Pemilu, dan Dinamika Politik Indonesia
Voluntary politics: Mengembalikan Kehormatan Warga Negara sebagai Pemilik Mandat Kekuasaan
Pengampunan Nasional Sebuah Keniscayaan