fiksi

Cerbung: Tanda Cinta di Wajah Pias

Rabu, 15 Desember 2021 | 18:28 WIB
Cerbung: Tanda Cinta di Wajah Pias (Dok.pexels.com/BradyKnoll)

“Saya?”

“Iya, kamu.”

Aku menatapnya bingung. Mama berdiri, berjalan ke meja di sudut ruangan dan mengambil foto Rimba yang tak pernah dipindahkan letaknya. Ditatapnya foto itu sambil dielusnya lembut, lalu berjalan ke arahku.

“Sudah lebih dari dua tahun Rimba pergi.”

Baca Juga: Ketua DPRD Provinsi Jambi Kecewa Pengusaha Batubara Sulit Diajak Kerjasama Mencari Solusi Permasalahan

Aku menunduk mendengar kalimatnya. Ya, sudah lebih dari dua tahun, tapi aku masih kesakitan. Aku tak pernah menghitungnya semenjak kusadari betul Rimba tak akan bisa lagi bersamaku. Aku tahu dia sudah menemukan jalan dan kebahagiaannya di tempat lain.

“Mama liat kamu belum juga memperkenalkan seseorang pada Mama.”

“Maksud Mama?”

Aku tak pernah menyangka pertanyaan itu akan disampaikan padaku. Dan, baru kusadari, aku tak pernah mencoba menghadirkan wajah baru dalam hariku setelah kepergian Rimba. Aku melihat sinar khawatiran pada mata tua itu, di balik senyum lembutnya.

“Berkali-kali kamu bilang Rimba sudah bahagia di sana, Rose. Mama mempercayainya. Karena Mama juga merasakannya. Tapi, kenapa sampai sekarang Mama belum melihat kebahagiaan di matamu?”

Aku benar-benar tak dapat menjawab pertanyaan itu. Aku juga tak dapat menjelaskan pada diriku sendiri, apakah aku bahagia atau tidak. Semua kulalui dengan terlalu wajar. Aku masih terkesima dengan pertanyaan Mama yang tiba-tiba menjadi pertanyaanku juga, saat kulihat Rimba berdiri di pintu ruang tengah. Dia berjalan dengan santai ke arah kami sedang berbicang.

Aku melompat berdiri, napas serasa melesat pergi dari rongga dadaku. Lantai tempatku berdiri seperti berputar. Aku ingin berlari memeluk sosok itu, tapi tubuhku kaku dan kakiku bergetar hebat. Hatiku menjerit gembira melihat senyum di matanya, yang baru kusadari ternyata sudah lama kurindukan.

Baca Juga: Ini Tanggapan Dekan Fakultas Syari'ah UIN STS Jambi Sayuti, Terkait Kisruh Penanganan Angkutan Batubara

“Rimba?”

Suaraku berhenti di tenggorokan. Dadaku kian nyeri saat sosok itu berjalan semakin dekat. Bukan, dia bukan Rimbaku. Rimba tak pernah mengenakan pakaian serapi itu. Rimba tak pernah memakai pakaian dengan warna cerah.

Halaman:

Tags

Terkini

Mirwa dan Lautan

Jumat, 11 April 2025 | 08:17 WIB

Nala, si Pemalas

Rabu, 27 November 2024 | 13:54 WIB

Si Kacamata Hitam dan Pengamen Jalanan

Rabu, 27 November 2024 | 06:49 WIB

Peristiwa Aneh di Rumah Nenek

Minggu, 24 November 2024 | 17:06 WIB

Elena Valleta: Si Putri Hutan

Minggu, 24 November 2024 | 09:01 WIB

Melodi yang Tidak Selesai

Jumat, 22 November 2024 | 07:04 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Mempelai Dua Dunia

Kamis, 24 Oktober 2024 | 22:52 WIB

Horor Malam Jumat Kliwon: Rumi di Bukit Terlarang

Kamis, 24 Oktober 2024 | 18:11 WIB