“Tanyakan saja pada Pak Andre dan kawan-kawan.”
Budi tak menjawab, sibuk dengan ponselnya. Puniawati menyalakan batang kesekian kretek kesayangannya. Ada sedikit senyum sinis di sudut bibirnya. Di wajahnya terlukis kesan bosan dan tak sabar.
Dia menduga, kepala bagian keamanan yang sehari-harinya diperintahkan untuk mengawasi proyek itu dari tadi sibuk dengan ponsel karena sedang berkomunikasi dengan teman-teman suaminya. Ditunggunya pesan apa lagi yang bakal disampaikan melalui lelaki di depannya itu.
Hari ini Puniawati berhasil membujuk suaminya untuk menyerahkan revisi laporan keuangan proyek ke kantor pusat. Saling sikut di kantor suaminya membuat sesama teman akhirnya mencoba mencari celah untuk saling menjatuhkan.
Puniawati bisa membayangkan bagaimana perasaan suaminya menghadapi semua itu. Siang hari Aji mengabarkan, tak ada satu pun teman di proyek yang dapat dia temui, semua menurut Aji seperti menghindar.
Baca Juga: Novel Melukis Langit 2, Gumpalan Awan Hitam
Maka, tanpa sepengetahuan Aji, Puniawati berencana menemui Budi di rumahnya dan memintanya untuk menemui Aji, karena Aji juga tidak dapat menghubunginya. Puniawati tahu, Budi sangat dekat dengan teman-teman Aji, maka dengan menemui Budi, Puniawati berharap situasi di kantor suaminya berangsur membaik.
Beberapa saat setelah mengirim pesan, Budi membalas dan mengatakan sebaiknya bertemu di luar, sekalian bersama teman-teman Aji. Penasaran memuncak, Puniawati menyanggupi pertemuan itu.
“Saya jadi nggak enak nih, Bu.” Budi selesai dengan kesibukannya di ponsel dan memecah hening.
“Nggak perlu begitu, Pak.”
“Sampai saya berpikir, saya nggak bakalan berani lagi main ke rumah Bapak.”
“Kenapa begitu? Salah paham itu biasa, Pak. Jangan memutus tali silaturahmi.”
“Jadi begini, Bu. Urusan Bapak kan, sudah clear, nih.”
“Ya?”
Baca Juga: Pemkab Bekasi Tak Dapat Kontribusi dari Rp20 Miliar Transaksi, 21 Restotan Belum Tercatat