Klikanggaran.com-- Laila mematut diri di depan cermin meja rias. Baru saja ia selesai dengan riasan di wajah. Tidak banyak yang ia tempel. Hanya pelembap, bedak, lipstik, perona mata warna cokelat tua, serta goresan pensil untuk mempertegas garis alisnya yang memang sudah bagus. Ia tersenyum puas melihat wajahnya yang tampak segar setelah dipulas riasan. Lalu, matanya terarah ke bawah, menatap pakaian yang ia kenakan. Napas panjang terembus, bersamaan dengan beban seberat Himalaya.
Suara rengekan terdengar. Balitanya sudah terjaga. Agak siang kali ini. Tadi Seto sudah membangunkan lelaki kecil itu, tetapi rupanya si bocah masih mengantuk. Jadi, Seto hanya mengecup si jagoan, juga mengecup dahi serta bibir Laila, lalu berlalu menuju kantor dengan sepeda motornya.
Laila berbalik menatap Wisnu. Bocah itu sudah terduduk sambil mengucek-ucek matanya.
"Ibu, mana Ayah?"
"Sudah berangkat, Sayang. Tadi Ayah minta Wisnu bangun, tetapi Wisnu nggak bangun-bangun."
Baca Juga: Sepekan Bertualang di Singapura, Negeri Singa, ... Yuk, Kita Cari Tempat-tempat Asyiknya
Wisnu masih terduduk. Laila masih berdiri di depan cermin. Ia kembali melihat pantulan dirinya di sana. Bergumamlah hatinya, "Seharusnya bukan daster, tetapi seragam. Seharusnya bukan botol susu dan setumpuk popok, tetapi diktat mengajar."
***
Laila menamatkan kuliahnya tepat waktu. Ia pun segera mendapat pekerjaan di sebuah lembaga bimbingan belajar. Ia mentor yang disegani sekaligus digemari anak didiknya. Caranya menyampaikan materi amat terang, jelas, tidak berbelit, dan mampu membuat mereka sepenuhnya menaruh perhatian.
Laila cepat sekali jadi primadona di lembaga itu. Atasannya tak segan memberi bonus atau mengajaknya road show ke sekolah-sekolah dengan beberapa mentor lain demi mendulang anak didik baru. Laila dipuja, Laila disanjung.
Akan tetapi, cita-cita Laila adalah menjadi guru berseragam, guru di sekolah negeri, guru yang memiliki lembar pengukuhan sebagai aparatur sipil negara. Sebuah pengharapan yang ia pupuk sejak di sekolah menengah atas, berlanjut ke kampus ilmu keguruan, sampai di masa ia bekerja.
Baca Juga: Stres Himpitan Ekonomi, Warga di Banyumas Nekad Bunuh Diri Terjun ke Sungai, Belum Ditemukan
Sejak Wisnu lahir, Laila sudah tidak lagi menjadi mentor di lembaga pendidikan. Selain ingin fokus merawat Wisnu, ia juga berniat mengembangkan kemampuannya. Ia kembali belajar, kembali tenggelam dalam banyak jurnal. Tiada hari baginya tanpa membuka satu bacaan. Dalam balutan daster, Laila tetaplah perempuan yang ingin memuaskan dahaganya akan pengetahuan.
Laila bukan tidak pernah mengikuti tes. Justru sudah berkali-kali. Beberapa temannya sampai bertanya, "Enggak bosen ikut tes? Belum cukup jadi mentor di tempat bimbel?" Namun, Laila tidak pernah berpanjang-panjang menanggapi. Cukup ia sahuti dengan, "Enggak, masih penasaran."
Kepada Seto ia jabarkan pengharapan itu. Seto tidak keberatan. Ia menyanggupi membayar pengasuh anak jika nanti Laila diterima menjadi guru. Betapa Laila beruntung menikah dengan lelaki pengertian seperti Seto, yang mendukung cita-citanya dengan tulus.