Proyek Whoosh Disorot Lagi: Pengamat Nilai Pergeseran dari Jepang ke China Jadi Akar Masalah Utama

photo author
- Minggu, 19 Oktober 2025 | 21:42 WIB
Menyoroti kontroversi proyek Whoosh yang diduga mengalami pembengkakan biaya hingga beban utang besar negara.  ((Instagram.com/@keretacepat_id))
Menyoroti kontroversi proyek Whoosh yang diduga mengalami pembengkakan biaya hingga beban utang besar negara. ((Instagram.com/@keretacepat_id))

Pakar transportasi sekaligus anggota tim asistensi awal proyek Whoosh, Harun Ar Rasyid, membantah tudingan bahwa dirinya yang menaikkan bunga proyek dari 0,1 persen menjadi 2 persen.

“Enggak, saya sudah bilang itu salah kalau dikatakan saya yang men-setup 0,1 persen ke 2 persen. Begitu China dimenangkan, ya mereka bikin kesepakatan sendiri,” ujarnya.

Harun menilai skema B2B menjadi akar persoalan proyek. Dalam sistem itu, investor asing menanam modal hingga 40 persen, tapi negara kehilangan kendali penuh terhadap pembiayaan proyek.

“Memilih B2B inilah yang ngawur kalau menurut saya. Karena sekarang sebetulnya kereta cepat ini masih tahap awal, baru seperlima mimpi. Mimpi kita sampai Surabaya,” jelasnya.

Baca Juga: Kasus Timothy Anugerah Menggema: Dari Laporan Polisi hingga Sanksi RSUP Prof Ngoerah bagi Pembuli

Beban Lahan dan Subsidi

Harun juga menyoroti persoalan pembebasan lahan yang membuat biaya proyek melonjak drastis.
“Kalau jalan tol, tanahnya dibayar negara. Kalau kereta cepat, perusahaan yang bayar. Angkanya bisa 15 triliun. Harusnya ini bisa diatur ulang,” sebutnya.

Ia menegaskan, subsidi untuk transportasi publik bukan hal baru, mengingat pemerintah juga memberikan lebih dari Rp10 triliun per tahun untuk MRT, BRT, dan LRT di Jabodetabek. Namun, proyek Whoosh berbeda karena lebih banyak melayani kalangan menengah ke atas, sehingga memunculkan dilema antara prestise nasional dan efisiensi fiskal.

Pertanggungjawaban Politik dan Transparansi

Bagi Akbar Faizal, kisruh proyek Whoosh menunjukkan pentingnya kejelasan tanggung jawab politik di balik keputusan masa lalu.
“Tidak adil bagi anak-anak bangsa ini, cucu-cucu kita, menanggung beban sebesar ini hanya karena dulu tidak ada yang berani bersuara,” tegasnya.

Pada akhirnya, akar persoalan Whoosh bukan hanya pada utang atau bunga pinjaman, melainkan pada arah kebijakan dan model pembiayaan yang sejak awal dinilai tidak transparan.**

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Muslikhin

Sumber: Liputan

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X