Di Indonesia terbukti bersemayam beberapa kelompok ekstrim dengan segala variannya. Diantaranya Jamaah Anshorud Daulah (JAD), pernah menjadi koalisi pro-ISIS nasional terbesar tapi sebagian besar tidak aktif pada akhir 2020, JAD-Bima, JAD-Tasikmalaya, Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di Poso, Muhajirin Anshar Tauhid (MAT), contoh sel pro-ISIS yang terbentuk di media sosial, beberapa faksi Darul Islam atau Negara Islam Indonesia (DI/NII) dan sel-sel serpihannya di Banten dan Makassar, Firqah Abu Hamzah (FAH), sebuah organisasi mirip sekte yang anggotanya muncul di kelompok lain karena struktur organisasinya runtuh. Ada lagi sel otonom kecil, terkadang dipimpin oleh mantan anggota organisasi yang berpikiran sama tetapi non-kekerasan seperti Khilafatul Muslimin dan Jamaah Ansharul Khilafah (JAK), sebuah kelompok berbasis di Solo yang mendukung ISIS tetapi menjauhi kekerasan.
Tiga dimensi sering digunakan dalam menilai risiko dari kelompok ekstrimis yaitu kapasitas, kesempatan dan niat. Pada dua hitungan pertama, gambaran di Indonesia cukup bagus. Kapasitas tetap rendah. Tidak ada peningkatan yang signifikan dari taktik, persenjataan dan atau kemampuan perencanaan operasional. Tidak ada yang kembali dari Suriah dengan keterampilan baru. Banyak kelompok pro-ISIS masih berlatih memanah, karena ada hadits yang menghubungkannya dengan pertempuran Akhir Zaman. Bahaya amaliyah teror masih berkisar dari bom rakitan, tembakan dan serangan golok.
Namun demikian, justru karena berkecambahnya sel-sel sederhana, mereka bisa muncul di mana saja. Di Tahun 2020, beberapa sel muncul di daerah yang tidak memiliki sejarah terorisme. Banjar Baru di Selatan Kalimantan adalah salah satunya. Kala itu terjadi penyerangan terhadap sebuah kantor polisi di Kecamatan Daha Selatan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Di Gorontalo, daerah yang selama ini nyaris sepi dari kemunculan terorisme, ada tujuh orang dari daerah Pohuwato di sana ditangkap pada November 2020 karena merencanakan serangan terhadap polisi dan anggota legislatif.
Tidak hanya banyak kelompok pro-ISIS di Indonesia yang masih berkomitmen kekerasan, tetapi terkadang mereka menjadi lebih berkomitmen ketika terancam dengan penangkapan. Ketika semua pilihan lain telah habis, kekerasan bisa menjadi pilihan terakhir. Seperti MIT, yang anggotanya mungkin orang paling diburu di Indonesia, berubah menjadi organisasi teroris paling aktif di negara ini, meskipun dengan hasil yang kurang spektakuler. Total serangannya, menyebabkan tujuh kematian pada tahun 2020. Contoh lain Abu Rara, pria yang menusuk Wiranto pada November 2019.
Kemerosotan atau keruntuhan organisasi ekstremis terutama jika ditandai dengan perseteruan internal atau adanya dugaan korupsi. Dari sinilah bisa meningkatkan keinginan anggota untuk mencari yang "lebih murni" dan juga lebih militan. Ini seperti yang terjadi di Kampar, Riau ketika cabang DI/NII setempat merosot akibat pertikaian. Lalu beberapa anggotanya memutuskan masuk ISIS yang dipandang mereka lebih baik.
Secara keseluruhan, pada awal 2021, kapasitas rendah dan peluang sangat terbatas, ada cukup banyak kelompok dimana niat tetap tinggi untuk menggarisbawahi perlunya melanjutkan kewaspadaan. Kelompok pro-ISIS yang masih aktif pada tahun 2020 tidak sulit untuk diidentifikasi. Mereka semua terbagi beberapa karakteristik utama seperti mereka menekankan indoktrinasi dalam manhaj, atau penafsiran Islam menurut ISIS, kebanyakan mengandalkan tpada kajian Aman Abdurrahman. Buku Seri Materi Tauhid secara khusus digunakan, begitu juga kitab ”Muqoror Fit Tauhid”. Juga sebuah traktat tentang sepuluh cara seorang Muslim bisa dikeluarkan dari iman, yang memuat ajaran takfiri ISIS (IPAC;2021).
Mereka masih melihat persiapan militer sebagai hal yang penting, meskipun alasannya bisa berubah-ubah Awalnya untuk mempersiapkan perang di Suriah. Tahun 2020, alasannya telah meluas hingga mencakup persiapan untuk pertempuran terakhir Akhir Zaman. Mereka juga terus mencari ulama yang bisa memberi bimbingan teologis. Calon mujahidin dibiarkan mencari pelajaran agama secara online atau meminta rekomendasi dari teman untuk nama-nama ulama yang pengajiannya dapat mereka ikuti, dan ini bisa mengarah ke aliansi baru.
Beberapa pendukung ISIS mencari pendakwah kesohor yang kerap mengkhotbahkan tentang Akhir Zaman. Begitupun mereka ini memiliki semangat tinggi untuk mengumpulkan dana, baik untuk menutupi biaya operasional mereka sendiri maupun untuk menghidupi para istri dan anak mujahidin, terutama dari daerahnya sendiri, yang telah ditangkap atau dibunuh. Sumber utama pendanaan operasional adalah infaq, terkadang persentase dari pendapatan, dibayarkan setiap bulan, terkadang pungutan nominal pada anggota. Banyak kelompok mendirikan organisasi amal untuk mengumpulkan dana, seolah-olah untuk tujuan kemanusiaan. Salah satu yang paling terkenal adalah Gerakan Seribu Sehari (GASHIBU).
Sebagian besar kelompok pro-ISIS yang lebih besar memiliki basis kelembagaan, baik sekolah atau masjid dan tak jarang juga jaringan sekolah, yang berfungsi sebagai pusat perekrutan. Beberapa pesantren menjadi pusat pengaruh ISIS. Yang paling terkenal adalah Pesantren Ibn Masud di Bogor, terkait dengan Aman Abdurrahman, yang menjadi pusat perekrutan untuk Suriah antara 2014 dan 2017. Pemerintah telah menutupnya pada 2017 setelah ada pendukung ISIS membakar bendera Indonesia di sana. Namun, alumni pesantren ini masih sering muncul dalam wujud sel baru. Pada 2020, para ekstremis ini lebih fokus mendirikan sekolah tahfidz untuk menarik anggota baru.
Penelitian juga mengungkapkan bahwa ada kelompok yang harus diawasi diantaranya Jamaah Ansharut Khalifah (JAK) yang aktif di Solo dan Bekasi di Jawa, dan Palembang. Kelompok pro ‘khilafah’ jalur moderat ini memang hampir tidak pernah terlibat dalam kekerasan atau serangan terencana, tetapi itu tidak berarti mereka tidak berbahaya. Mereka selama ini fokus pada dakwah dan perekrutan. Diam-diam mereka tengah menyusun rencana untuk mengirim militan ke Filipina. Dalam jangka panjang, JAK lebih berbahaya karena terorganisir dan memiliki jaringan yang lebih luas.
Bebasnya Abu Bakar Ba'asyir
Posisi ambigu kelompok seperti JAK dalam kaitannya dengan JI dan kelompok lain di Solo menimbulkan pertanyaan tentang apakah mantan pemimpin JI Abu Bakar Ba'asyir akan mencoba menyatukan mereka setelah dia dibebaskan dari penjara pada 8 Januari 2021?. Banyak kalangan terutama dari manca negara yang mengkhawatirkan akan bangkitnya gelombang baru terorisme.
Jaksa Agung: Dugaan Korupsi PT Asabri Capai Rp22 Triliun
Abu Bakar Ba’asyir mungkin saja masih ‘bertaji’ sebagai ‘negarawan’ senior dari gerakan radikal dan lalu menyatukan kelompok-kelompok pro-Syariat yang kerap berseteru di Solo dalam mendukung peraturan dan kebijakan Islam yang eksklusif. Dalam hal ini, Abu Bakar Ba’asyir mungkin-mungkin saja akan mengisi kekosongan kepemimpinan setelah meninggalnya Ustadz Mu'inidillah Basri pada Desember 2020. Ustadz. Mu'in pernah menjadi ketua Dewan Syariat Kota Solo (DSKS) yang beranggotakan kelompok anti ISIS seperti JI dan JAS, serta banyak milisi Islam yang beroperasi di wilayah Solo. Setelah Ba'asyir pulang, dia menerima kunjungan dari delegasi DSKS, yang menaruh rasa hormat yang tinggi terhadapnya. Namun, keluarganya tampaknya sejauh ini bertekad untuk mencegahnya dari berkomunikasi dengan kelompok yang melakukan kekerasan.
Rencana Aksi