Presiden sebagai atasan dari BUMN juga perlu menginstruksikan dan mengawasi BUMN agar memangkas kegiatan yang tidak berhubungan dengan produksi dan distribusi. Pemangkasan THR PNS perlu diikuti pemangkasan bonus pegawai dan pimpinan BUMN karena capaian mereka tidak maksimal saat ini. Pemangkasan bonus sekaligus sebagai upaya menjaga perasaan masyarakat di tengah kesulitan ekonomi saat ini.
Presiden perlu memastikan bahwa realokasi benar-benar mengalokasikan bantuan terhadap pihak terdampak, terutama dari kelas menengah ke bawah yang kehilangan atau berkurang pendapatannya. Bila realokasi dijalankan dengan baik, maka dalam rangka penanggulangan wabah Covid-19 bisa jadi Indonesia tidak perlu menambah utang kepada lembaga donor atau negara lain, serta skema pendanaan lain yang mengandalkan pihak ketiga. Misalnya, bila belanja modal yang saat ini dianggarkan lebih dari 200 triliun direalokasi untuk penanganan Covid-19, maka penerbitan global bond sebesar US$ 4,3 miliar seperti yang dilakukan oleh Pemerintah beberapa waktu lalu bisa dihindari. Penambahan utang akan mengganggu sensitivitas masyarakat di masa kritis ini.
Realokasi dan pelaksanaannya di lapangan, harus dikawal agar tidak menjadi ladang korupsi baru, dengan berlindung sebagai anggaran penanganan Covid-19. Terlebih dengan adanya kebolehan penyederhanaan dokumen di bidang keuangan negara melalui Perpu dimaksud, menyebabkan potensi terjadinya kegiatan fiktif oleh oknum penyelenggara negara menjadi tinggi.
Dalam realokasi anggaran ini, ketika semua melakukan refocusing kegiatan untuk penanganan Covid-19, kita harus mewaspadai potensi terjadinya duplikasi anggaran. Misalnya anggaran pengadaan peralatan medis, perlu dicek apakah dari pos dana hibah Pemerintah Pusat, atau Pemerintah Daerah, atau jangan-jangan dana sumbangan masyarakat, Demikian pula Bantuan Langsung Tuna (BLT) yang diterima masyarakat desa, apakah sebagai dana bantuan Presiden, gubernur, atau bupati/walikota atau realokasi Dana Desa dari Kementerian Desa, atau dari sumber lain. Jangan sampai satu bentuk bantuan dilaporkan berkali-kali. Demikian juga jangan sampai ada pemotongan bantuan yang seharusnya diterima masyarakat.
Untuk meningkatkan transaparansi dan akuntabilitas, informasi tentang realokasi anggaran di masa darurat nasional saat ini seharusnya menjadi informasi yang tersedia serta merta untuk umum sebagaimana diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Hal ini karena keberlangsungan realokasi anggaran akan mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Kita perlu belajar dari ketertutupan dana bailout Bank Century dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia, yang ternyata justru jadi ladang korupsi bagi para oknum pejabat dan dunia perbankan yang bernilai triliunan.
Perlu diingat bahwa meski dalam kondisi darurat, semua kegiatan harus dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel nantinya, meski dengan standar yang lebih rendah. Bila ada praktik korupsi di tengah bencana nasional, maka itu merupakan perbuatan tak bermoral yang akan tercatat dalam sejarah sepanjang massa.