Perppu Corona Kepentingan Siapa, Rakyat atau Pejabat?

photo author
- Selasa, 5 Mei 2020 | 00:34 WIB
Omnibus Law
Omnibus Law


Jakarta,Klikanggaran.com - Pandemi COVID-19 berdampak pada stabilitas keuangan dan perekonomian lebih dari 200 negara, termasuk Indonesia. Penangangan kesehatan menjadi prioritas utama, disusul penanganan dampak sosial dan ekonomi. Kesiapsiagaan negara dalam menghadapi pandemi betul-betul diuji, utamnya kebijakan penganggaran penanganan dan pencegahan persebaran COVID-19. Guna menjaga stabilitas keuangan negara, pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi COVID-19 atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional Dan/Atau Stabilitas Sistem Keuangan.


Pemerintah menyampaikan beberapa pertimbangan mendasar kenapa perppu diterbitkan, pertama, persebaran COVID-19 yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) sebagai pandemi pada sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, dan kerugian material yang semakin besar, sehingga berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.


Kedua, bahwa implikasi pandemic COVID-19 telah berdampak antara lain terhadap perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional, penurunan penerimaan negara, dan peningkatan belanja negara dan pembiayaan, sehingga diperlukan berbagai upaya Pemerintah untuk melakukan penyelamatan kesehatan dan perekonomian nasional, dengan fokus pada belanja untuk kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net), serta pemulihan perekonomian termasuk untuk dunia usaha dan masyarakat yang terdampak.


Ketiga, bahwa implikasi pandemic COVID- 19 telah berdampak pula terhadap memburuknya sistem keuangan yang ditunjukkan dengan penurunan berbagai aktivitas ekonomi domestik sehingga perlu dimitigasi bersama oleh Pemerintah dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk melakukan tindakan antisipasi (forward looking) dalam rangka menjaga stabilitas sektor keuangan.


Dalam perjalanannya perppu ini menuai kritik dari berbagai kalangan. Pasalnya perppu ini dianggap memberi kewenangan yang berlebih (imunitas) kepada Pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara sehingga tidak dapat dikoreksi dan kebal hukum. Setidaknya pada 3 (tiga) pasal yaitu Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 27. GIAD memandang perppu ini harus dikoreksi, utamanya pada tiga pasal tersebut.



Berikut catatan koreksi GIAD: Pasal 2, Ayat (1) huruf a; menetapkan batasan defisit anggaran, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. melampaui 3 % (tiga persen) dari Produk Domestik Bruto (PDB) selama masa penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau untuk menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan paling lama sampai dengan berakhirnya Tahun Anggaran 2022. Catatan GIAD: pelonggaran ruang defisit keuangan negara walaupun hanya berlaku sampai 2022 perlu di evaluasi dan mendapat pengawasan, sehingga kesehatan keuangan negara tetap terjaga secara baik.


Pasal 3 ayat (1); dalam rangka pelaksanaan kebijakan di bidang keuangan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4), Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk melakukan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran untuk kegiatan tertentu (refocusing), perubahan alokasi, dan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Catatan GIAD: pemberian kewenangan kepada pemda untuk melakukan perubahan melaui refocusing anggaran pada belanja dan sub-belanja pemerintah daerah harus diawasi baik oleh legislatif maupun masyarakat agar tidak disalahgunakan. Pelaksanaan refocusing anggaran harus mengedepankan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yang transparan, akuntabel, efektif dan efisien.


Pada ketentunan penutup, memberikan penegasan bahwa seluruh penyelenggara kebijakan Perppu ini kebal hukum.


Pasal 27 Ayat (1); biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara.


Catatan GIAD: ini menegaskan bahwa selama keuangan negara digunakan untuk penanganan COVID-19, meskipun terjadi penyalahgunaan anggaran, tidak masuk kategori pelanggaran karena merugikan negara. Ini sama artinya dengan pelegalan korupsi. Hal ini sangat berbahaya bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Kedaruratan tidak bisa dijadikan alasan pemakluman bagi korupsi.

Pasal 27 Ayat (2); anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana jika dalam melaksanakan tugas didasarkan pada iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Catatan GIAD: mandat pengelolaan negara termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan negara, tidak bisa hanya disandarkan semata pada niat baik. Pelaksanaan mandat tersebut harus tetap dalam kerangka sistem yang dapat diverifikasi, dinilai bahkan diberi sanksi jika tidak berkesesuaian dengan prinsip-prinisp dasar pengelolaan keuangan negara. Pelonggaran sangat dimungkinkan, tapi ia tetap dalam ranah yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan politik.


Pasal Ayat (3); segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara. Catatan GIAD: bahwa semua tindakan yang dilakukan oleh seluruh pihak yang disebut pada ketentuan ini meskipun merugikan negara, tidak dapat dijerat hukum. Ini menunjukan bahwa pemerintah atau pejabat pelaksana kebal hukum. Namun, mestinya ini tidak menutup kemungkinan jika kemudian hari ditemukan bukti-bukti tindak pidana korupsi, maka prosedur hukum harus tetap dilaksanakan.


Postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setelah terbitnya perppu mengalami perubahan cukup signifikan. Pertama, Pendapatan Negara, karena lesunya perekonomian yang berdampak pada pendapatan negara. Pendapatan Negara diperkirakan mengalami -21% atau setara Rp 472,3 triliun, dari pagu awal Rp 2,23 dua kuadriliun menjadi Rp 1,7 kuadriliun. Hal ini karena ada perubahan pada dua pos pendapatan negara, yaitu Pendapatan Perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).


Kedua, Belanja Negera mengalami kenaikan 3% atau setara Rp 73,3 triiun dari awal Rp 2,540 kuadriliun, menjadi Rp 2,613 kuadriliun; dan Ketiga, Defisit anggaran diangka Rp 852,9 triliun dari perkiraan awal Rp 307,2 triliun. Defisit terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mengalami kenaikan 3% dari penetapan awal 1,76 % menjadi 5,07%.


Kajian diatas merupakan potret ketidakkonsistenan pemerintah dan bentuk otoritarian pemerintah. Sehingga perlu mendapat perhatian dan pengawasan dari masyarakat, agar praktik-praktik penyalahgunaan kewenangan dengan dalih kedaruratan keadaan tidak dilakukan pembenaran sepihak oleh pemerintah. Tentu saja langkah strategis pemerintah dalam meminimalisir persebaran COVID-19 dan penanganan dampaknya perlu di apresiasi.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: M.J. Putra

Tags

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X