Dulu, kata Anto, kejaksaan sempat benar-benar menyita Gedung Granadi, tapi sudah dikembalikan pada tahun 2002. Ia meyakini, sampai saat ini belum ada penyitaan lagi.
Ia juga mengklarifikasi perihal isu penyitaan oleh PN Jakarta Selatan dan Kejaksaan pada akhir tahun 2018 lalu. Menurut dia, beberapa pemberitaan bahwa Gedung Granadi telah disita terkesan berlebihan. Khususnya tentang penggambaran bahwa aktivitas di gedung tersebut sudah ditiadakan.
“Wong itu tanggal merah, difoto-foto, ya sepi lah. Makanya dulu pengacaranya pak Tommy sempat undang wartawan, menjelaskan duduk perkaranya. Ya kita kan enggak sembarang juga. Masak iya disita begitu saja. Memang enggak lihat tuh ada kantor, ada wedding di sini,” imbuhnya.
Pihak Tommy Soeharto memang pernah melakukan konferensi pers di Gedung Granadi pada 4 Desember 2018, beberapa hari setelah keluar pernyataan sita oleh Kejaksaan Agung. Kuasa hukum Tommy, Erwin Kallo, menuding Jaksa Agung Muhammad Prasetyo telah bermain politik dengan mengaitkan kasus Yayasan Supersemar dengan kliennya.
“Klien kami hanya penyewa di Gedung Granadi. Sama seperti tenant yang lain. Tidak mungkin menyerahkan apa yang bukan miliknya,” kata Erwin.
Hal itu untuk merespon pernyataan Jaksa Agung saat itu Prasetyo kepada media massa yang meminta keluarga Cendana, khususnya Tommy, agar bersikap kooperatif dalam menyerahkan Gedung Granadi kepada negara. Saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI, Prasetyo mengatakan bahwa kepemilikan gedung tersebut telah direkayasa sehingga mengaburkan status Yayasan Supersemar sebagai pemilik tunggal.
“Kami dengar bahwa gedung itu sudah diatasnamakan yayasan. Padahal, yayasan itu dulu pendirinya siapa? Sumber uangnya darimana? Itulah lihainya mereka,” ucap Prasetyo.
Sementara itu, untuk menelusuri aset-aset milik Yayasan Supersemar, tim berusaha meminta dokumen soal aset mana saja yang disita untuk negara. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono yang beberapa kali dihubungi melalui pesan singkat dan telepon pun tidak memberikan respon jawaban.
Begitu juga saat ditemui, Kapuspenkum Hari Setiyono hanya mengarahkan ke bagian publikasi media Puspenkum untuk menemui salah satu orang bernama Muhammad Isnaini. Dari sini tim hanya dijanjikan bahwa akan siap diwawancara jika mereka sudah mempelajari data-data terkait perkembangan penyitaan aset Yayasan Supersemar ini.
Dari sini tim hanya dijanjikan akan membeberkan data dan memberikan waktu wawancara jika mereka sudah mempelajari data-data terkait perkembangan penyitaan aset Yayasan Supersemar ini.
"Sementara Puspenkum belum mendapatkan hasil sidang perdata tentang supersemar jadi kami mesti cari dan pelajari data itu dulu, sebaiknya ditanyakan kepada pengadilan yang memeriksa perkara tersebut. Pak Kapus saja nggak punya data tersebut, nanti bisa dibantu tapi tidak secepatnya karena kondisi nggak memungkinkan secepatnya akan diusahakan. Besok sama lusa libur, hari Senin baru masuk, pokok diusahakan secepatnya," jelas Isnaini.
Tim juga mendatangi kantor Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), di lobi tamu hanya ada satu orang petugas jaga, tak tampak para pegawai Jamdatun. Pegawai di kantor Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) juga menolak memberikan jawaban. Pegawai yang ada bahkan meminta tim untuk menemui Kapuspenkum.
"Semua kerja dari rumah mas, tidak ada yang masuk, coba cek saja ke atas kalau tidak percaya," jelas petugas tersebut.
Tim juga berusaha menemui Jampidsus, yang berada di pojok selatan gedung Kejagung. Di lobi tamu Jampidsus, tim juga disarankan menemui Kapuspenkum dengan dalih tidak ada pejabat yang berwenang.
Sementara itu, Kepala Humas PN Jakarta Selatan (Jaksel) Achmad Guntur yang dihubungi Law-Justice memastikan bahwa pihaknya sudah melakukan prosedur penyitaan terhadap aset-aset Yayasan Supersemar, yaitu berbentuk uang yang berada di rekening Yayasan Supersemar dan aset gedung Granadi yang statusnya dalam tahap Sita Eksekusi yang hingga kini menunggu untuk dilelang.