Penyebaran Virus Corona yang semakin meningkat sampai hari ini, akhirnya memiliki banyak dampak tidak hanya pada ekonomi bangsa ini saja. Tentu di bidang-bidang lain pun merasakan ketidakstabilan dalam perjalanan dan pengembangannya. Salah satu bidang yang terdampak adalah pendidikan di Indonesia.
Dalam menanggapi hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merespons cepat kasus Covid-19 dengan mengeluarkan beberapa surat edaran. Tercatat sampai hari ini, terdapat 3 surat edaran yang dibuat oleh kemendikbud untuk mencegah penyebaran virus corona tersebut.
Surat edaran pertama dengan nomor surat 2 tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Kemendikbud. Surat kedua dikeluarkan pada tanggal 9 Maret 2020 dengan surat edaran No. 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Corona Virus Disease (COVID-19) pada Satuan Pendidikan. Terakhir pada tanggal 24 Maret 2020 kemendikbud kembali mengeluarkan Surat edaran bernomorkan 4 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid 19), berisikan 3 poin utama yakni perihal Ujian Nasional, Proses Belajar dari Rumah, dan Ujian Sekolah.
Kejutan untuk Sekolah-Sekolah
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) sudah diterapkan seiring surat edaran yang dikeluarkan oleh kemendikbud. Di Indonesia, dilansir dari situs dapo dikdasmen kemdikbud terdata 220.353 sekolah dan 42.587.055 siswa yang secara otomatis akan melakukan pembelajaran jarak jauh dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah atas.
Di Jakarta sendiri, sudah hampir dua pekan pembelajaran jarak jauh ini berlangsung, semenjak dikeluarkanya Surat Edaran No. 27 Tahun 2020 oleh Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta. Namun dalam implementasinya, berbagai permasalahan muncul seiring berjalannya proses pembelajaran jarak jauh tersebut.
Banyak guru, siswa, dan wali murid yang “kaget” dengan metode pembelajaran jarak jauh. Sebab pembelajaran jarak jauh ini lebih menekankan siswa dalam belajarnya menggunakan gawai. Hal ini membuat respons dari seluruh elemen sekolah (guru, siswa, wali murid, dll) sangat variatif. Ada yang menyambut baik, ada yang terpaksa, ada pula yang kebingungan.
Di Indonesia sendiri, tidak semua pembangunan infrastruktur pendidikannya merata. Mungkin sejauh ini, sekolah yang menyambut baik pembelajaran jarak jauh tersebut adalah sekolah yang termasuk kriteria golongan menengah ke atas. Tentu sekolah-sekolah tersebut tidaklah kaget, sebab bisa jadi sekolah-sekolah itu sudah melakukannya lebih dahulu dan terbiasa, sebelum adanya pandemik nasional ini. Dukungan fasilitas, administrasi, serta latar belakang ekonomi siswa yang baik menjadi faktor sekolah tersebut tidak menemukan kendala dalam pembelajaran jarak jauh.
Lalu bagaimana dengan sekolah-sekolah yang termasuk golongan menengah ke bawah? Tentu ini menjadi kejutan untuk mereka, sebab bisa jadi ini suatu pengalaman yang baru ditemui dalam aktivitas pembelajaran. Akibatnya pembelajaran jarak jauh akan banyak sekali menemukan hambatan. Fasilitas yang kurang memadai, administrasi, serta faktor ekonomi siswa yang kurang baik menjadikan pembelajaran jarak jauh di sekolah tersebut suatu kendala yang kompleks.
KURANG SOSIALISASI
Dalam Surat Edaran No. 4 tahun 2020 pada poin ke-2, terdapat 4 pembahasan tentang proses belajar dari rumah, yakni:
- Belajar dari Rumah melalui pembelajaran daring/jarak jauh dilaksanakan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun keluiusan;
- Belajar dari Rumah dapat difokuskan pada pendidikan kecakapan hidup antara lain mengenai pandemi Covid-19;
- Aktivitas dan tugas pembelajaran Belajar dari Rumah dapat bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing, termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/ fasilitas belajar di rumah;
- Bukti atau produk aktivitas Belajar dari Rumah diberi umpan baik yang bersifat kualitatif dan berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor/ nilai kuantitatif.
Mengacu pada surat edaran tersebut, dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh guru dituntut untuk kreatif dan inovatif guna memacu semangat siswa dalam belajar. Meski dalam website kemendikbud terdapat fitur panduan pembelajaran jarak jauh, tetapi sosialisasi yang kurang begitu masif mengakibatkan informasi ini tidak sepenuhnya tersampaikan kepada guru-guru.
Hal ini tentu berdampak dalam proses pembelajaran jarak jauh. Kurangnya sosialisasi, membuat guru-guru tetap melaksanakan pembelajaran jarak jauh dengan caranya sendiri. Jika sekolah itu bagus, tentu sekolah tersebut akan membuat regulasi khusus agar pembelajaran jarak jauh dapat terpusatkan dalam satu sistem atau portal belajar yang dibuat oleh sekolahnya. Sebaliknya, apabila sekolahnya kurang tanggap dengan hal ini, maka sekolah tersebut akan menyerahkan sistem pengajaran kepada guru bidang studi masing-masing. Pastinya hal ini menjadi celah bagi “oknum” guru yang kaget terhadap pembelajaran jarak jauh, sehingga guru tersebut hanya terus membebani siswa dengan tugas-tugas setiap harinya sebagai formalitas demi mengikuti kebijakan pemerintah.
Antara Malas dan Bingung