Kudeta merangkak diretas dengan menguasai jalur pendidikan di segala level. Baik formal maupun informal; dengan uang pribadi maupun memanfaatkan APBD maupun APBN. Strategi berjalan dengan memanfaatkan gerakan tarbiyah yang terinspirasi Revolusi Iran, dan berjalan secara klandestin lebih dari 20 tahun saat Soeharto berkuasa.
Jadi jangan heran kalau situasi pendidikan Indonesia menjadi semakin oleng ke kanan dari tahun ke tahun. Wajah regulasi berbau syariat Islam di daerah sejak 1998 hingga 2012 juga menunjukkan kemenangan mereka. Komnas Perempuan mendeteksi ada sekitar 200an aturan daerah seperti ini selama itu.
Bagi mereka, Pancasila bukanlah musuh yang harus dilawan secara frontal -- sebab akan membentur tembok tebal. Melainkan, ia harus dianggap sebagai teman satu selimut yang wajib digangsir eksistensinya ---dan telah dilakukan sejak lama.
Mereka tidak ingin mengganti Pancasila. Alih-alih, dasar negara ini dipastikan tetap ada namun hanya dipakai casingnya saja. Sebab jerohannya sudah dipreteli dan dimodifikasi agar Negara Islam bisa tegak secara diam-diam. Salah satu yang kerap mereka kampanyekan adalah sila pertama hanyalah milik umat Islam --dengan meyakini secara sepihak Tuhan agama lain tidak esa.
Entah berapa lama kesaktian Pancasila mampu bertahan setelah diperkosa puluhan tahun. Tidak hanya oleh Islamisme, namun juga Orde Baru, dan Islamisme lagi -- kali ini lebih parah. Dalam konteks inilah, saya kira tudingan Yudian menemukan landasannya.
Kita butuh kepala BPIP bernyali seperti Yudian Wahyudi. Nyalakannya semoga tidak berhenti untuk negeri ini.
Sebuah artikel opini oleh Aan Anshori, Koordinator Jaringan Islam Anti Diskriminasi dan GUSDURian Jombang
Isi artikel opini merupakan tanggung jawab penulisnya. Kanal opini adalah kanal khusus untuk mereka yang ingin pemikiran dibaca banyak orang.