Pemimpin tertinggi tak hanya harus dihormati. Stabilitas negara akan lebih terjamin jika pemimpin tertinggi dimitoskan, diperlakukan dengan kultus individu.
Ketiga, negara tak hanya harus sangat kuat. Tapi kekuatannya harus dirasakan rakyat dan dunia luar bahkan dengan perasaan takut. Kekejaman dan ketegasan kepada rakyat, apalagi pemberontak, harus maksimal. Sedangkan dunia luar ditakuti dengan senjata nuklir. Program senjata nuklir sengaja di rawat demi survival negara.
Lihatlah Kim Jon- Un. Ia kini dikenang sebagai diktator dunia termuda. Dalam usia tiga puluhan, ia tak hanya dikenal sangat berkuasa di negaranya. Ia juga mengendalikan senjata nuklir yang mampu melumatkan negara sebesar Amerika Serikat.
Dalam usia semuda itu, kekuatan nuklir yang membuatnya berjumpa sejajar dengan Donald Trump dari Amerika. Ia juga berjumpa sejajar dengan Putin dari Rusia. Ia juga berjumpa sejakar dengan Xi Jingpin penguasa utama Cina.
-000-
Apakah Korea Utara berhasil menyejahterakan dan membuat bahagia rakyatnya? Data menunjukkan sebaliknya.
Di tahun 1994-1998 terjadi krisis kelaparan massal di Korea Utara. Peristiwa itu disebut dengan Ardous March atau The March of Suffering. Kelaparan massal di sana menyebabkan kematian ratusan ribu manusia hingga 3.5 juta penduduk. Karena informasi serba tertutup, para ahli berbeda soal angka yang pasti.
Total penduduk Korea Utara sebanyak 24 juta. Jika yang mati karena kelaparan dan sebab turunannya itu 3,5 juta, itu berarti sekitar 10 persen populasi.
Lembaga hak asasi dunia juga mencatat. Ratusan ribu penduduk Korea mati dan disiksa di penjara karena perbedaan politik. Kekejaman penguasa juga tiada tara. Ada jenderal yang dihukum mati dengan cara ia dicemplungkan dalam air yang penuh ikan piraha. Ia mati karena dimakan ikan piranha. Ada pula yang dilempar ke dalam kumpulan serigala lapar.
Ranker juga mencatat 10 diktator paling kejam dalam sejarah. Tiga dari sepuluh diktator itu berasal dari satu negara Korea Utara: Kim Jong-IL (sang anak), Kim Jong-Un (sang cucu), dan Kim Il Sung (sang pendiri, pemimpin Agung)
Sebelum tahun 1945, Korea Selatan dan Korea Utara satu negara. Setelah tahun 1948, mereka terpisah menjadi Korea Selatan dan Korea Utara. Korea Selatan menempuh jalan Kapitalisme. Korea Utara menempuh jalan Sosialisme.
Bagaimana kondisi ekonomi dua negara itu setelah tumbuh dengan sistem ekonomi-politik yang berbeda? Lihatlah data di tahun 2012. Dari semua ukuran, ekonomi Korea Selatan tumbuh berkali- kali lipat dibandingkan Korea Utara. Misalnya, GDP per kapita Korea Utara 1800 USD. Sementara Korea Selatan 32.000 USD, sekitar 17 kali lipatnya.
Lama saya merenungkan daya tahan Korea Utara. Duduk di taman di Mansu Hill, Pyong Yang, melihat patung raksasa sang pemimpin besar Kim Il Sung, saya bertanya dalam hati. Hingga berapa lama sistem Korea Utara ini mampu bertahan?
Bukankah sejarah sudah menunjukkan. Tak ada penjara yang terlalu kuat yang mampu menutupi rasa keadilan. Tak ada dinding terlalu tinggi untuk menahan kebutuhan akan kebebasan. Tak ada nuklir yang terlalu hebat untuk menahan datangnya daya kritis.
Bukankah pada waktunya air bah tuntutan keadilan, kebebasan dan daya kritis akan meledak juga di Korea Utara.