Ketika Para Arkeolog Mencari Nabi Musa

photo author
- Senin, 5 Agustus 2019 | 11:00 WIB
Arkeolog Mencari
Arkeolog Mencari

Yang menarik, kisah Nabi Musa ketika bayi ada kemiripan dengan Raja Akkadian dari peradaban Sumariah bernama Sargon. Raja itu hidup di era 2000 tahun sebelum masehi. Raja Sargon hidup sebelum masa Nabi Musa. Cerita soal Sargon ditemukan dalam dokumen sejarah kuno Sumariah.


Ibu Sargon dikisahkan putri istana. Tapi, ia hamil di luar menikah. Lahirlah Sargon. Ia disembunyikan dan diselamatkan dalam sebuah keranjang. Lalu keranjang itu dihanyutkan ke dalam sungai.


Bayi itu ditemukan dan diselamatkan oleh seorang perawat kebun bunga, bernama Akki di kota Kish. Dewa Ishtar tergugah. Aneka peristiwa ajaibdiciptakan agar Sargon pada akhirnya menjadi Raja.


Terjadi silang pendapat antara ilmuwan. Apakah kisah bayi Raja Sargon ini memberi inspirasi kepada penulis kitab suci Taurat dan Perjanjian Lama?


Era Google membuat semua dokumen itu mudah dilacak dan dibaca. Yang mana yang akhrinya diyakini, itu sepenuhnya kesunyian masing masing individu.


Akankah penemuan ilmiah menghancurkan agama? Saya meyakini agama memiliki seribu nyawa. Ia tak bisa dibunuh oleh temuan ilmiah sehebat apapun.


Katakanlah jika semua arkeolog bersepakat tak ada Nabi Musa dalam sejarah. Katakanlah semua sejarahwan dengan metodelogi ilmu sejarah menyimpulkan tak ditemukan bukti dokumen soal figur Nabi Musa. Agama tetap hidup di hati sebagian manusia.


Keyakinan agama bagi pemeluk setianya tidak dibangun oleh fondasi kebenaran sejarah. Keyakinan agama adalah lompatan iman ke alam metafisika. Ilmu pengetahuan tak pernah sampai ke sana. Alam metafisika tak bisa difalsifikasi.


Tapi, memang sisi sejarah dari kitab suci dapat diuji. Hal yang layak direnungkan jika memang kesimpulan ilmu pengetahuan soal sisi sejarah yang ditulis kitab suci ternyata berbeda.


Bagi mereka yang memilih tetap beriman pada agama, dan tetap juga percaya pada ilmu pengetahuan, dapat mengubah interpretasinya atas sisi sejarah agama saja. Keyakinan metafisika atas agama tetap kokoh.


-000-


Kini di tahun 2019, banyak sudah perjalanan peradaban yang saya lakukan. Lima benua sudah saya datangi.


Perjalanan ke Mesir tetap tersimpan di ruang khusus memori saya. Bukan saja karena ia perjalanan yang membuat saya bersentuhan dengan sisa peradaban paling tua (2500 tahun sebelum masehi). Namun ia menjadi simulasi merenungkan titik simpang antara imam agama dan riset ilmu pengetahuan soal kisah sejarah.


Saya pribadi tetap memilih menjadi manusia spiritual. Namun juga membuka mata dan merenungkan aneka temuan ilmu pengetahuan.


Seperti yang dikatakan pepatah itu: “Spritualitas berurusan dengan makna tertinggi kehidupan. Ilmu pengetahuan berurusan dengan pembuktian ranting- ranting kehidupan. Spiritualitas tak memerlukan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tak memerlukan spiritualitas. Tapi manusia yang utuh memerlukan keduanya.”

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X