Untuk diketahui, pendekatan ekonomi politik dalam perumusan kebijakan publik dapat diterapkan dengan berbagai rumusan. Selain itu, penting juga adanya faktor pendorong untuk memajukan perekonomian daerah. Seperti bisnis untuk memperoleh keuntungan dengan modal kekuasaan (Rent Seeking) dalam konsep dasar teori klasik, membedakan tiga bentuk pendapatan, yaitu keuntungan (profit), upah (wages), dan sewa (rents).
Kelembagaan baru (Modal Sosial), di mana arti modal dikembangkan lebih lanjut tidak terbatas pada modal fisik saja, seperti- tanah, gedung, mesin-mesin, uang dan modal fisik lainnya. Tetapi, juga termasuk unsur-unsur nonfisik, seperti-kepercayaan (trust), kerja sama, kebersamaan, saling komunikasi, hubungan responsitas dan sebagaimanya.
Jadi eksistensi modal sosial tersebut pada gilirannya berfungsi untuk mengkoordinasikan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu yang dikehendaki bersama. APBD dijadikan sebagai kebijakan publik dengan rumusan konsep-konsep yang kompleks dan dinamis. Sehingga proses pembuatan keputusan-keputusan penting termasuk identifikasi berbagai altenatif seperti prioritas program, pemilihannya berdasarkan dampaknya.
Kebijakan dapat diartikan juga sebagai mekanisme politik, manajemen, finansial atau adminsitratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit. Agar kebijakan publik dapat dipahami sebagai kebijakan yang dibuat oleh badan-badan pemerintah dan para aktor politik yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah publik. Serta pemilihan selektip aktor peranan kebijakan publik, di mana 70% sangat mempengaruhi keuangan daerah, keragaman dari aktor yang terlibat dalam proses penyusunan anggaran, berbeda dan sering kali beradu motivasi, tujuan dan kepentingan.
Eksekutif berkepentingan memperluas cakupan institusinya dan memperbesar budget bagi pelaksanaan program dan kegiatannya. Sementara legislatif berkepentingan agar dapat terpilih kembali (reelection) dengan memperbanyak yang diperbuat bagi daerah pemilihannya. Untuk memenuhi hal tersebut, anggota legislatif mencari program dan kegiatan yang membuatnya populer di mata konstituen.
Salah satu bentuk program dan kegiatan adalah belanja investasi pada sektor infrastruktur. Jadi, pemilihan aktor peranan yang baik kelompok yang pro menginginkan anggaran berbasis kinerja. Sehingga anggaran dapat digunakan secara efektif dan efisien, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta disusun berdasarkan nota kesepakatan yang telah ditetapkan.
Terkadang, lambannya kemajuan daerah juga didasari beberapa faktor yang mendalam. Misalkan kelompok yang menginginkan anggaran besar (maximizing budget) bagi insitusinya dengan mengabaikan segala ketentuan dan kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Harapannya, dengan memaksimalkan anggaran, maka semakin banyak pula program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada institusi mereka, otomatis akan meningkatkan income bagi personil-personilnya. Korporatisme Ekonomi dan Politik, dalam makna yang luas disependapatkan dengan praktik politik di mana pemerintah (eksekutif) berinteraksi secara tertutup dengan sektor swasta (termasuk legislatif). Sehingga terjadi transaksi ekonomi maupun politik hanya untuk kepentingan segelintir kelompok kepentingan (interest group) yang terlibat di dalamnya.
Sumber-sumber ekonomi dinikmati oleh segelintir pelaku ekonomi yang dekat dengan kekuasaan, kepentingan ekonomi, dan kepentingan politik menyatu di dalam format kolusi ekonomi, kekuasaan menjadi medium yang subur bagi redistributive combine di antara segelintir orang. Perburuan rente sangat subur dalam situasi politik dan ekonomi tertutup.