Jakarta, Klikanggaran.com (22/12/2017) - Gus Dur, atau yang memiliki nama asli Abdurahman Wahid alias wali kesepuluh menurut beberapa travel, adalah seorang kyai, juga politisi hebat. Pemikirannya banyak diakui tokoh-tokoh besar dunia, kepiawaiannya dalam melakukan analisa jangka panjang menjadi ciri khas yang tak hilang oleh waktu di mata para penggemar.
Sosok Gus Dur menjadi penting di PKB. Selain karena beliau adalah pemikir ulung dan presiden ketiga, beliau juga orang yang masuk menjadi tokoh sentral dalam pembentukan sejarah partai PKB, yang konon katanya merupakan ruang aspirasi politik kader-kader NU. Silahkan cek pada naskah sejarah pendirian PKB.
Entah kader NU, atau yang punya kultur NU, karena sampai hari ini PMII yang memiliki spirit perjuangan bagi kelangsungan kaderisasi NU di level mahasiswa pun masih mempertanyakan dan memperdebatkan kebenarannya. Indikator paling rasional bisa saja diakibatkan dari masih banyaknya politisi PKB di level kabupaten atau kota, justru mengasingkan kader-kader PMII, dan malah membuat batas. Sehingga PMII jauh pada ruang aspirasi politiknya. Bagaimana PKB di daerahmu, sahabat?
Masih bicara Gus Dur, karena pembahasan di atas hanya sedikit improve saja. Hehehe, ngopi dulu.
Saking canggihnya Gus Dur, Gus Dur sampai hari ini menjadi ikon jualan politik kader PKB se-nusantara ini. Mungkin yang demikian dianggap penting sebagai alat atau menjadi bagian dari kampanye strategis partai dalam membangun kredibilitas partai yang berlambang mirip seperti NU tersebut.
Trah PKB
Jika kita mencoba untuk mengingat lembaran perjalanan sehingga mampu menghantarkan Partai Kebangkitan Bangsa terlibat dalam pergulatan sejarah, tentunya memang akan didapati pemikiran yang mengerucut pada pandangan bahwasannya betul PKB adalah gerbong politik poros Jawa. Pasalnya, pertemuan-pertemuan mengenai ide dan gagasan tentang alur perjuangan politik, dibentuk, dirumuskan, hingga dicetuskannya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), tidak lepas dari tangan-tangan lembut para kiyai jawa dan dilaksanakan ditanah jawa pula.
Namun apakah betul pembentukan Partai berlambang yang mirip dengan lambang NU tersebut sengaja dibentuk hanya untuk membuat gerbong jawa, sedangkan nama besarnya tertulis kebangkitan bangsa? Ataukah bangsa dalam tafsir partai tersebut adalah bangsa jawa? Sungguh tak ada yang benar-benar sangat mengetahui tentang kebenaran ansihnya. Karena penulis hanya bisa berdoa mudah-mudahan maksud para kiyai yang pada saat itu ikut merumuskan memang total dan lurus berbicara perjuangan rakyat dan bangsa Indonesia.
Mengacu kepada referensi yang diterbitkan Wikipedia, peran serta kiyai Jombang yang menjadi inisiator tentang pertemuan-pertemuan pada saat itu, juga NU sebagai penyempurna gagasan yang kebetulan diketuai oleh Abdurahman Wahid, sehingga terbentuk lah Partai Kebangkitan Bangsa, diasumsikan bahwa pemilik asli PKB adalah bangsa Jawa. Karena andai saja ada argumentasi bahwa PKB adalah ruang aspirasi politik golongan santri atau kiyai, kenyataan dilapangan akan membantah hal tersebut dikarenakan menumpuknya para pengurus PKB dilevel cabang yang jauh dengan kiyai, dan hanya berlatar belakang sebagai pengusaha yang sama sekali ngga ngerti berproses membangun ideologi organisasi.
Hal itu bisa dianggap sebagai sinyal negatif bahwa sebenarnya PKB bukan politik yang membentengi kiyai-kiyai kampung, yang sampai detik ini masih jadi alat jualannya PKB. Meskipun kenyataan tersebut memungkinkan akan sedikit ditemukan apabila dilihat dari sudut pandang kandangnya sendiri yaitu Jawa timur. Cobalah kedaerah lain, yang terdekat adalah Jawa barat, dan Banten. Akan tetapi, jika belajar dari kalahnya Khofifah Indar parawansa dipertarungan Pilkada tempo lalu, rasa-rasanya anggapan PKB kuat di Jawa timurpun masih diragukan.
Menelisik perjuangan politik PKB
Sebagai organisasi politik, PKB secara struktural atau partai manapun selain PKB akan menganggap penting siapa yang akan menjadi basis klaim masanya. Karna kredibilitas dan popularitas Partai mestilah diperhitungkan demi keberhasilan dan keberlanjutan partai.
Di fase awal pembentukan PKB pada tahun 1998, PKB bercita-cita mampu memberikan peranan dan perjuangan politik yang benar bagi negara kesatuan republik Indonesia, dan atas landasan itulah sejarah mencatat pembesar PKB yaitu Abdurahman Wahid sebagai presiden ketiga setelah Habibi. Entah karena PKB tak mampu membela, atau memang pada saat itu PKB hanyalah partai seumur jagung, yang jelas Abdurahman Wahid pun dilengserkan.