Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman tersebut juga datang untuk kedua kalinya menjenguk Setya Novanto di RS Premier, Sabtu 30 September 2017. Peristiwa tersebut terjadi setelah Setya Novanto diputus bebas oleh hakim pra peradilan yang mengadili Setya Novanto.
Kehadiran Jenderal Luhut tak bisa dilihat dalam kapasitas sebagai sesama politisi Partai Golkar yang berempati terhadap musibah yang dialami Novanto. Jika kita membuka kembali ingatan kita terkait serial "telenovanto" episode satu, "papa minta saham", maka sangat jelas terungkap persekongkolan antara Setya Novanto, Jenderal Luhut Panjaitan, dan M. Reza Chalid.
Karena itu, sangat beralasan jika publik menaruh curiga adanya back up politik dari pihak penguasa dalam skenario "telenovanto" episode ketiga, "papa tabrak tiang listrik". Apakah Pak Luhut akan kembali menjenguk Pak Novanto?
Selain itu, sulit dipungkiri kecurigaan publik terkait operasi kontra intelijen yang dilancarkan oleh Istana Negara untuk mempertahankan kekuasaan dengan menempatkan “orang bermasalah” sebagai pejabat partai politik dan pejabat negara.
Setya Novanto yang mempunyai sejumlah masalah hukum, diduga dipakai untuk dua kepentingan oleh Istana Negara. Pertama, sebagai alat untuk menyandera parlemen dan Partai Golkar, agar tak leluasa dalam mengkritisi kebijakan pemerintah. Dengan dipimpin oleh orang yang bermasalah, maka yang bersangkutan dapat dengan mudah ditundukkan dan dikendalikan.
Kedua, ada dugaan Setya Novanto dipakai sebagai mesin “rent seeker”, mesin pengeruk rente, untuk pembiayaan operasi politik, baik untuk mempertahankan kekuasaan maupun memperpanjang periode kekuasaan yang membutuhkan ongkos sangat besar.
Politik menghalalkan segala cara. Untuk mencapai tujuan, segala cara dipraktekkan, tak peduli baik atau buruk dampaknya kepada masyarakat. Tak peduli, walaupun langkah politik tersebut telah mengkhianati projek revolusi mental yang turut mengantarkan Joko Widodo terpilih jadi Presiden.
Masa bodoh terhadap akibat dari tindakan politik tersebut, yang pasti makin memperparah kanker kerusakan moral yang sebelumnya telah menjangkit seluruh partai politik, politisi, pejabat hingga mayoritas rakyat. Bukankah pemimpin negara yang tak bermoral, otomatis akan merusak dengan sendirinya moralitas masyarakat yang masih terjaga?
KPK dan PPATK Perlu Klarifikasi
Oleh karena itu, menurut pandangan kami: Pertama, sangat penting bagi KPK untuk mengklarifikasi sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam merintangi penyidikan, di antaranya adalah dugaan keterlibatan Jenderal Luhut Panjaitan dalam mem-back up Setya Novanto agar bebas dari jeratan hukum.
Kedua, KPK juga perlu mengklarifikasi, baik kepada dokter maupun pimpinan rumah sakit yang diduga terlibat dalam dugaan sejumlah "sandiwara sakit" yang dilakukan oleh Setya Novanto yang telah menghina akal sehat seluruh rakyat Indonesia, serta melecehkan profesi kedokteran yang semestinya jujur dan bertanggung jawab.
Ketiga, kami juga mendesak PPATK untuk mengungkap dugaan aliran uang suap dari Setya Novanto kepada sejumlah politisi lintas partai, pejabat negara, dan penegak hukum, yang telah meng-"upgrade" kekebalan dan kesaktian Setya Novanto.
Demikian disampaikan oleh Haris Rusly, Eksponen Aktivis Gerakan Mahasiswa 1998, Yogyakarta, pada Klikanggaran.com di Jakarta, Jumat (17/11/2017).