Ini akar masalah sehingga untuk mendamaikan tidak berada dalam posisi menyalahkan satu pihak, dengan argumen apa pun, tetapi kemudian memberi pembenaran pada yang lain. Kesalahan mengambil posisi di dalam PBB bisa dihapus dengan peran strategisyang sedang dilakukan Jokowi sekarang.
Posisi presidensi Indonesia di dalamnya sangat strategis dan menguntungkan bagi Jokowi dan Indonesia untuk berperan. Kelembagaan G-20 sangat penting dan mungkin lebih penting dari PBB yang isinya negara gangster dengan watak untuk menguasai, mendominasi dan bahkan jika bisa meniadakan eksistensi negara tertentu.
PBB sulit diharapkan berperan untuk mendamaikan perang Rusia Ukraina karena posisinya sudah berpihak.
Baca Juga: Pertamina Pastikan Beli Pertalite dan Solar Bersubsidi Pakai Aplikasi, Kapan Mulai Berlakunya?
Misi perdamaian ini tidak mesti dijalankan sendiri, tetapi perlu untuk mengajak negara besar bersikap seperti Indonesia, politik bebas aktif, yang oleh banyak kalangan ahli tidak harus bersikap netral.
Tetapi untuk kasus perang Rusia Ukraina (Nato) ini, Indonesia harus memposisikan diri netral dan mengajak sebanyak mungkin negara lain untuk anti perang karena perang adalah ketotolan dan jalan setan menuju kehancuran bumi dan umat manusianya.
Indonesia layak tampil sebagai negara yang berpengaruh di dunia untuk menjalankan misi perdamaian ini. Sejarah peranan Indonesia di dalam diplomasi dan perdamaian sudah dikenal dunia dimana Bung Karno adalah tokoh dunia yang sangat dikenal akrena berdiri di tengah konflik ideologi dunia Barat dan Timur yang mengerikan.
Jaman Soeharto juga banhak tampil diplomat-diplomat hebat yang mampu berperan mendamainakn. Konflik ideollogi di Asia Tenggara dan Timur Tengah.
Peranan Jokowi dalam hal ini sangat dihargai karena merupakan lompatan untuk Indonesia tampil kembali di gelanggang internasional, yang riskan konflik. Selamat berjuang Mr President!
Penulis: Prof. Didik J Rachbini, MSc., PhD.
Rektor Universitas Paramadina