KLIKANGGARAN -- Kasus Mario Dandy Satrio pada 2025 menjadi sorotan nasional karena melibatkan kekerasan fisik dan aspek hukum yang kompleks. Kasus ini berawal dari insiden kekerasan yang dilakukan oleh Mario Dandy terhadap seorang remaja di Jakarta, yang kemudian viral di media sosial dan memicu gelombang protes public. Peristiwa ini menunjukkan betapa pentingnya penegakan hukum yang tegas dan adil, terutama terhadap pelaku kekerasan yang memiliki latar belakang sosial tinggi.
Kekerasan yang dilakukan Mario Dandy menimbulkan pertanyaan serius tentang akses keadilan bagi semua lapisan masyarakat. Banyak pihak mempertanyakan apakah proses hukum yang berjalan sejauh ini sudah benar-benar objektif dan tidak terpengaruh oleh faktor sosial ekonomi pelaku.Kasus ini juga mengungkap adanya ketimpangan dalam penegakan hukum, di mana korban dari kalangan biasa sering kali mengalami kendala dalam mendapatkan keadilan yang setara.
Perkara ini merupakan lanjutan dari rangkaian kasus hukum yang menjerat Mario Dandy, anak dari mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo. Sebelumnya, Mario Dandy telah lebih dahulu dijatuhi pidana 12 tahun penjara atas perkara penganiayaan berat terhadap korban berinisial DO yang terjadi pada Februari 2023. Selain itu, Mario Dandi juga diwajibkan membayar restitusi atau ganti rugi kepada korban.
Sementara perkara yang diputus dalam kasasi kali ini berkaitan dengan tindak pidana pencabulan dengan korban anak di bawah umur yang dilaporkan setelah mencuatnya kasus penganiayaan berat tersebut. Dengan adanya dua putusan pidana tersebut, Mahkamah Agung menegaskan bahwa total lamanya pidana penjara yang harus dijalani Mario Dandi adalah selama 18 tahun, yakni akumulasi dari pidana 12 tahun dan 6 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 71 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Putusan kasasi Mario Dandy oleh Mahkamah Agung menjadi momentum penting dalam penegakan hukum di Indonesia. MA menolak permohonan kasasi dari jaksa maupun terdakwa, sehingga vonis enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar atas kasus pencabulan terhadap mantan pacarnya, AG, tetap berlaku.Keputusan ini menegaskan komitmen hukum untuk memberikan keadilan bagi korban dan menegakkan prinsip kesetaraan di hadapan hukum.
Presiden Indonesia kemudian mengeluarkan kebijakan untuk memperkuat pengawasan terhadap penanganan kasus kekerasan yang melibatkan figur publik atau keluarga berpengaruh. Kebijakan ini termasuk pembentukan tim khusus yang bertugas memastikan proses hukum berjalan transparan dan tidak ada intervensi dari pihak luar. Namun, pertanyaan muncul: apakah kebijakan ini sudah cukup efektif? Beberapa kalangan menilai bahwa meskipun langkah ini positif, masih diperlukan perbaikan sistem pengawasan dan penegakan hukum yang lebih ketat agar tidak ada lagi celah untuk kekerasan atau ketidakadilan hukum.
Proses hukum yang dijalankan terhadap Mario Dandy menunjukkan peran penting media dan masyarakat dalam mendorong penegakan hukum yang adil. Tekanan publik dan sorotan media menjadi faktor penting dalam memastikan kasus ini ditangani secara serius oleh aparat hukum. Namun, masih diperlukan upaya sistemik untuk memperbaiki sistem penegakan hukum, termasuk pelatihan aparat hukum agar tidak terpengaruh oleh tekanan sosial atau politik.
Kasus Mario Dandy mengingatkan kita bahwa penegakan hukum harus tetap berpegang pada prinsip keadilan dan kesetaraan bagi semua warga negara. Kebijakan Presiden sudah menunjukkan komitmen yang baik, namun implementasi dan pengawasannya harus terus diperkuat agar tidak ada lagi kasus serupa yang luput dari hukum. Mari kita bersama-sama mendukung penegakan hukum yang transparan dan adil, serta aktif mengawasi agar keadilan benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Penulis: Muhamad Wahyu (Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Pamulang)