KLIKANGGARAN --Dalam beberapa pekan terakhir, publik dihebohkan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan pemerintah menyediakan pendidikan gratis untuk SD dan SMP negeri maupun swasta.
Kebijakan ini tentu menjadi kabar gembira bagi masyarakat yang selama ini mengeluhkan mahalnya biaya pendidikan.
Tak dapat dipungkiri, faktor finansial sering menjadi penghalang utama dalam menggapai cita-cita pendidikan.
Putusan bersejarah ini merupakan hasil gugatan yang diajukan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), yang memperjuangkan pendidikan gratis selama masa wajib belajar sembilan tahun.
Baca Juga: Solusi Anak Bermasalah: Barak TNI ala Kang Dedi Mulyadi (KDM) atau Barak Keluarga?
Lalu Bagaimana dengan Pendidikan Tinggi?
Bersamaan dengan euforia ini, pada 28 Mei 2025 lalu panitia SNBT mengumumkan hasil UTBK. Dari 860.476 peserta, hanya 253.421 siswa (29,43%) yang berhasil lolos seleksi.
Para calon mahasiswa yang lolos ini berasal dari berbagai kalangan ekonomi. Bagi keluarga dengan keterbatasan finansial, kelolosan anak mereka justru menjadi tantangan baru dalam memenuhi biaya perkuliahan.
Fakta menunjukkan bahwa pada tahun sebelumnya, banyak calon mahasiswa yang terpaksa mengundurkan diri karena terbentur biaya pendidikan tinggi, terutama ketidakmampuan membayar UKT.
Dengan semangat putusan MK tentang pendidikan gratis, sudah saatnya pemerintah juga mempertimbangkan kebijakan serupa untuk pendidikan tinggi.
Dulu, subsidi pemerintah yang mengalir deras ke perguruan tinggi mampu meringankan beban banyak keluarga. Mengapa tidak dihidupkan kembali?
Baca Juga: Novel Rencana Besar Untuk Mati dengan Tenang: Analisis Pendekatan Sosiologi dan Psikologi Sastra
Ironisnya, saat ini hampir tidak ada perbedaan signifikan antara biaya kuliah di PTN dan PTS. Bahkan beberapa kampus swasta menawarkan biaya yang lebih terjangkau dibanding PTN.
Ini harus menjadi perhatian serius, mengingat PTN seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.