opini

Kekerasan Terhadap Anak Terus Berulang, Bagaimana Islam Mengatasinya?

Kamis, 4 April 2024 | 10:11 WIB
Gambar hanya ilustrasi (Pixabay/ArteGamor)

KLIKANGGARAN -- Kasus kekerasan terhadap anak masih marak terjadi. Berbagai kekerasan tersebut bukan hanya secara fisik, melainkan juga psikis, seksual, penelantaran, perdagangan orang, hingga eksploitasi. Baru-baru ini, media sosial kembali dihebohkan dengan pemberitaan kekerasan pada anak usia dini.

Pertama, berita yang cukup ramai diberitakan adalah kekerasan fisik yang dialami anak selebgram Aghnia Punjabi yang terjadi pada 28 Maret 2024 lalu. Sang ibu langsung bertindak cepat setelah mendapat laporan bahwa anaknya terjatuh dan wajahnya lebam. Setelah mengusut kejadian tersebut, diketahui bahwa sang anak mengalami kekerasan yang dilakukan oleh pengasuhnya sendiri.

Pengasuh berinisial IPS (27) menganiaya JAP, balita 3 tahun tersebut dengan begitu bengis hingga babak belur. Dilansir Liputan6.com, Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Kepolisian Resor Kota (Polresta) Malang, Komisaris Polisi (Kompol) Danang Yudanto mengungkapkan bahwa pelaku merasa kesal terhadap korban karena menolak diobati untuk menyembuhkan luka cakar. Penolakan balita itu lantas memancing rasa kesal pelaku hingga terjadilah penganiayaan keji.

Kedua, kekerasan seksual dialami anak berusia 5 tahun pada hari ulang tahunnya. Kejadian tersebut diceritakan oleh ibu kandung korban di akun media sosialnya @priskaprllyy setelah hampir dua bulan tidak mendapatkan kejelasan terhadap pengaduannya ke pihak yang berwenang.

Seorang ibu dari anak berinisial S (5) dari Jakarta Timur mengaku anaknya dicabuli oleh ayah kandungnya sendiri saat sang anak menginap di rumah ayahnya. Diketahui bahwa ibu dan ayah anak tersebut sudah lama berpisah. Sang ibu mengaku bahwa mantan suaminya yang berinisial SN tega melecehkan anak kandungnya diam-diam hingga sang anak sampai sakit dan dibawa ke dokter.

Sungguh sangat mengerikan! Rumah yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak perempuan telah berubah menjadi tempat yang sangat tidak aman. Orang-orang yang seharusnya menjadi pelindung dan penjaga, justru menjadi perusak dan pemangsanya.

Kedua kasus tersebut makin melengkapi daftar panjang kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di negeri ini. Sepanjang tahun 2023 lalu, jenis kekerasan yang paling banyak terjadi di tanah air adalah kekerasan seksual yang mencapai 8.838 kejadian.

Lalu, jumlah kekerasan fisik terhadap anak tercatat sebanyak 4.025 kejadian. Adapun, kekerasan psikis pada anak berjumlah 3.800 kejadian (dilansir DataIndonesia.id). Data tersebut menggambarkan betapa anak-anak di negeri ini tidak mendapat perlindungan yang semestinya dilakukan semua pihak, baik keluarga, masyarakat, maupun negara.

Mengapa Bisa Terjadi?

Menurut KPAI, ada tujuh penyebab maraknya kekerasan pada anak, di antaranya budaya patriarki, penelantaran anak, pola asuh, rendahnya kontrol anak, menganggap anak sebagai aset dari orang tua, kurangnya kesadaran melaporkan anaknya tindakan kekerasan, pengaruh media dan maraknya pornografi, disiplin identik dengan kekerasan, serta merosotnya moral.

Di luar dari tujuh sebab yang dikemukakan KPAI, faktor terbesar penyebab kekerasan pada anak terjadi sesungguhnya adalah sistem sekuler yang diterapkan saat ini, yakni sebuah sistem yang tidak menjadikan Islam sebagai standar dan dasar dalam mendidik serta bersikap dan berperilaku. Banyak di antara umat Islam yang akhirnya merasa bebas berbuat tanpa terikat dengan aturan apa pun, termasuk aturan agama.

Kehidupan dalam naungan kapitalisme sekulerisme juga membuat beban hidup makin berat, termasuk meningkatkan stres sehingga mengakibatkan seseorang dengan mudahnya melakukan kekerasan. Selain itu, penelantaran, pola asuh, rendahnya kontrol anak, dan merosotnya moral juga menjadi faktor terjadinya kekerasan. Kondisi ini sebenarnya berpulang pada pandangan orang tua dalam mendidik anak-anak mereka.

Jika menggunakan pandangan sekuler, anak telantar terjadi karena banyak faktor, seperti kesibukan orang tua bekerja, orang tua tidak memahami tanggung jawab pengasuhan, atau perceraian. Alhasil, anak tumbuh dengan sendirinya tanpa pengawasan dan pendidikan.

Adapun, pengaruh media dan maraknya pornografi sejatinya menjadi ranah negara dalam melakukan pencegahan. Tidak dapat dimungkiri bahwa dari banyaknya kekerasan seksual yang terjadi pada anak disebabkan oleh pelaku yang sering mengonsumsi pornografi.

Halaman:

Tags

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB