KLIKANGGARAN -- Cita-cita, kebudayaan dan kehidupan sehari-hari Indonesia selalu tercermin dalam karya sastra. Anak-anak dibesarkan dengan lagu, pantun, gurindam, saripati, dongeng, cerita rakyat, dan lain sebagainya dari zaman dulu.
Berbagai hikmah dan bimbingan moral yang terdapat dalam karya sastra telah diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Karya sastra diproduksi dan dikembangkan di masyarakat pada masa itu, berangkat dari realitas kehidupan sehari-hari.
Andries Hans Teeuw mengklaim bahwa karya sastra Indonesia pertama kali diterbitkan sekitar tahun 1920. Alih-alih menggunakan bahasa daerah seperti dulu, para penulis mulai menulis karya sastranya dalam bahasa Indonesia pada saat itu.
Baca Juga: Meriahkan Maulid Akbar Kabupaten Nagan Raya, TRK Sajikan Hidang Meulapeh Jumbo yang Unik
Teeuw mengatakan “Puisi Indonesia yang paling awal ditulis oleh generasi muda pada masa itu. Karena mereka dilarang terjun ke dunia politik, mereka berusaha mengungkapkan gagasan, sentimen, dan cita-cita baru yang mengalir dalam diri mereka melalui tulisan (1980:18).
Novel-novel terbitan Balai Pustaka, seperti Salah Asuhan karya Abdul Muis tahun 1920 dan Siti Nurbaya karya Marah Rusli tahun 1922 mulai bermunculan pada masa itu.
Kita dapat mengetahui keadaan masyarakat pada saat buku ini ditulis dari karya ini. Misalnya, pembaca dapat menyelami masa kolonial Belanda karya Salah Asuhan dengan mengikuti interaksi antara orang Eropa dan penduduk asli Amerika, seperti yang ditunjukkan oleh Corrie dan Hanafi.
Sementara itu, pembaca dapat mengikuti peristiwa dalam novel Siti Nurbaya, di mana seorang pribumi bernama Samsul Bahri bergabung dengan tentara Belanda dan terlibat pertempuran dengan Datuk Maringgih, seorang anggota bangsanya sendiri yang menolak memberi penghormatan kepada Belanda.
Karya sastra juga mulai bersuara menentang ketidakadilan saat ini. Novel karya Siti Nurbaya mengangkat isu poligami dan perjodohan yang banyak terjadi di masyarakat Minang.
Karya sastra biasanya merupakan produk pemikiran, pandangan, dan pengalaman pengarang, ini biasanya terkait dengan acara, konvensi budaya, praktik, dan sebagainya. Karya sastra sering kali mengangkat isu-isu sosial dunia nyata dengan memasukkan norma-norma dan budaya masyarakat ke dalam sastra fiksi.
Proses penciptaan sebuah karya sastra erat kaitannya dengan posisi pengarang dan latar tempat karya tersebut diproduksi.
Sosiologi sastra, menurut buku Sosiologi Sastra karya Sapardi Djoko Damono, mengacu pada segi-segi masyarakat yang dipandang sebagai pendekatan terhadap sastra. Diperlukan suatu metode, sosiologi sastra, untuk memahami komponen-komponen sosial dalam karya sastra.
Namun tidak semua perkembangan sosial yang terjadi di masyarakat pada saat karya ini dibuat akan selalu terlihat ketika melakukan penelitian dengan pendekatan Sosiologi Sastra.