Dari perspektif hukum tata negara, Presiden memang memiliki kewenangan prerogatif berdasarkan Pasal 14 UUD 1945, seperti memberikan amnesti dan abolisi dengan pertimbangan DPR. Namun, di titik inilah kekaburan terjadi.
UUD memang tidak menyebut kata rehabilitasi secara eksplisit. Karena itu, mekanisme rehabilitasi di Indonesia tetap merujuk pada KUHAP, yang menegaskan bahwa rehabilitasi adalah ranah pengadilan, bukan hak prerogatif eksekutif.
Ketidak sinkronan antara praktik ketatanegaraan dan hukum acara pidana inilah yang kemudian menimbulkan ruang tafsir dan perdebatan. Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, pemberian rehabilitasi pada saat putusan belum inkracht adalah langkah yang terlalu berani. Bahkan menurut Mahfud, berbahaya karena menyentuh batas tipis antara kewenangan administratif Presiden dan independensi yudikatif.
Satu sisi, Pakar Hukum Tata Negara Jamin Ginting menilai rehabilitasi kepada Ira Puspadewi dkk bukan sekadar keputusan administratif, melainkan keputusan politik-hukum yang dapat diuji oleh publik.
Di balik pro kontra ini, Ira Puspadewi dkk sebenarnya masih memiliki hak untuk menguji kembali kebenaran fakta hukum yang menjeratnya. Artinya, masih ada kesempatan untuk melakukan upaya banding terhadap putusan vonis yang dijatuhkan kepada mereka.
Baca Juga: Inilah Sosok Dewi Astutik alias Mami, Buronan BNN Ditangkap di Kamboja, Siapa Sebenarnya?
Dalam hukum acara pidana Indonesia, batas waktu pengajuan upaya banding adalah tujuh hari sejak putusan dibacakan di persidangan. Secara normatif, jalan menuju rehabilitasi seharusnya berpangkal pada prinsip kepastian hukum. Dengan kata lain, rehabilitasi seharusnya diberikan setelah proses peradilan yang berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Dalam konteks ini, pemberian rehabilitasi kepada Ira Puspadewi dan kawan-kawan tampak sangat prematur. Negara terkesan terburu-buru memberikan pengampunan sebelum hukum berbicara secara final. Padahal, jika Ira dan kawan-kawan benar menjadi korban kekeliruan proses hukum, mereka bisa menjadi simbol perjuangan menegakkan keadilan di negeri ini. Bukan sebaliknya, sebagai pihak yang menerima 'belas kasihan politik' melalui kebijakan restoratif.
Seharusnya proses hukum yang menjerat Ira dan kawan-kawan dijalani sampai tuntas. Dengan begitu, publik mendapat kepastian. Bukan membuat bingung karena munculnya rehabilitasi yang terkesan memotong proses dan menimbulkan kecurigaan terhadap keadilan hukum.
Namun, di balik semua pandangan ini, sisi kemanusian lebih utama. Ira Puspadewi dan dua anak buahnya bukan sekadar menjadi korban kekeliruan hukum. Mereka punya keluarga yang menanggung beban sosial dan psikologis.
Reputasi terlanjur hancur. Mereka menanggung stigma negatif sebelum pengadilan mengetuk palu terakhir. Namun dimensi manusiawi ini juga dimiliki oleh publik. Masyarakat juga lelah menyaksikan hukum yang tumpul ke atas, namun tajam ke bawah.
Keputusan rehabilitasi bukan lagi sekadar soal hukum, melainkan soal kepekaan moral negara. Tanpa penjelasan terbuka, keputusan ini bisa diartikan sebagai upaya meringankan beban elit, bukan sebagai koreksi terhadap ketidakadilan.
Pertanyaan yang harus dijawab pemerintah, apakah rehabilitasi ini sah? Jika jawabannya belum jelas, maka rehabilitasi Ira Puspadewi dan kawan-kawan bukanlah pemulihan nama baik, namun sebagai peringatan keras yang menguji integritas negara. *
Penulis:
Rubin Tarigan (Mahasiswa FH Universitas Pamulang)
Artikel Terkait
Bupati Andi Rahim Keluarkan Imbauan Salat Berjemaah di Masjid Bagi ASN Luwu Utara
Innalillahi, Epy Kusnandar 'Kang Mus' Meninggal Dunia, Ini Doa Sang Istri, Karina Ranau
Konflik NU Kian Panas, Mahfud MD Singgung Proyek Tambang hingga Sindir PBNU Berubah Layaknya ‘PTNU’
Duka Aceh dari Udara: Gubernur Mualem Saksikan 1,4 Juta Warga Terdampak saat Banjir-Longsor Luluhlantakkan Ribuan Desa
KPK Selidiki Dugaan Aliran Dana Rp100 Miliar ke PBNU, Audit 2022 Ikut Disorot usai Maming Dijerat Kasus Tambang
Guwahati Masters 2025: 12 Wakil Indonesia Tampil di Babak 16 Besar, Satu Tiket Perempat Final Sudah Pasti
Aktivitas Galian C di Kuta Aceh Diduga Langgar Koordinat Izin, Warga Minta Aparat Penegak Hukum Bertindak
Inilah Sosok Dewi Astutik alias Mami, Buronan BNN Ditangkap di Kamboja, Siapa Sebenarnya?
Viral Momen Abah Aos Sebut 'Haram dan Dosa Besar' Doakan Palestina, Benarkah?
Abah Aos Pamerkan Tongkat Merah Putih Buatan Amerika Viral di Medsos, Begini Penjelasannya