KLIKANGGARAN -- Setiap pagi, saya melihat pemandangan yang tampaknya biasa saja: ibu-ibu berlalu-lalang dengan keresek berisi sarapan. Ada nasi uduk, bubur ayam, gorengan, dan segala rupa.
Di mata kebanyakan orang, ini mungkin tampak wajar. Tapi bagi saya, ada perasaan mengganjal yang sulit dijelaskan.
Hati ini seperti tersayat setiap kali membayangkan sampah plastik yang akan menumpuk dari aktivitas itu. Satu kantong untuk satu porsi, lalu dibuang begitu saja.
Saya pun bertanya dalam hati, “Mengapa tidak membawa wadah sendiri dari rumah?” Bukankah mereka memang sudah berniat membeli sarapan?
Baca Juga: Data Sains: Ketika Matematika Menjadi Hidup
Kesadaran untuk mengurangi sampah plastik masih sangat minim. Ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi siapa pun yang peduli pada lingkungan.
Kondisi ini diperparah oleh tren makanan kekinian, semuanya nyaris dikemas dalam plastik sekali pakai. Satu gaya hidup yang tampaknya semakin menjauh dari keberlanjutan.
Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2020 mencatat Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah, dan 14,2% di antaranya adalah plastik. Dari angka itu, 40% berasal dari rumah tangga, dan sepertiganya adalah kemasan makanan.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa kebiasaan kecil seperti membeli makanan tanpa membawa wadah pribadi ternyata berdampak besar.
Baca Juga: Matematika yang Relevan : Logika dan Himpunan dalam Tindakan Nyata
Padahal, saya yakin di setiap rumah pasti ada kotak bekal, thinwall, Tupperware, atau wadah serupa. Sayangnya, kadang wadah-wadah itu hanya jadi koleksi di lemari.
Membawa wadah saat membeli makanan memang awalnya terasa ribet. Tapi percayalah, keribetan itu sangat layak diperjuangkan.
Bahkan, saya pernah merasa sangat menyesal ketika lupa membawa wadah dan harus menerima makanan dalam plastik. Rasanya bersalah sekali.
Seperti kata Aa Gym, “Mulai dari diri sendiri, mulai dari hal kecil, dan mulai dari sekarang.” Sederhana, tapi penuh makna.
Artikel Terkait
Benarkan Diskrit Lebih Mudah Dibandingkan dengan Kalkulus?
Kalkulus dan Perjalanan Mencari Arti di Balik Angka
Masa Depan Tak Terhindarkan: Membuka Pintu dengan Sains Data
Model SIR: Solusi Sederhana untuk Masalah Penyakit Menular yang Kompleks
Matematika yang Relevan : Logika dan Himpunan dalam Tindakan Nyata
Data Sains: Ketika Matematika Menjadi Hidup