Jejak Kekuasaan dalam Organisasi yang Retak

photo author
- Sabtu, 31 Mei 2025 | 15:09 WIB
Ilustrasi (Pixabay/ulleo)
Ilustrasi (Pixabay/ulleo)

KLIKANGARAN --Mengapa organisasi bisa pecah? Banyak yang menjawab: karena konflik internal, beda visi, atau tokoh-tokoh yang tak lagi sepaham. Jawaban semacam itu tak salah, tapi terlalu dangkal. Di balik pecahnya organisasi sering kali bersembunyi persoalan yang lebih dalam: bagaimana kekuasaan bekerja—baik yang tampak maupun yang tidak kasatmata.

Mark Haugaard (2012) menawarkan lensa yang lebih tajam untuk membaca dinamika kekuasaan. Ia menjelaskan bahwa kekuasaan bukan hanya tentang siapa yang memerintah dan siapa yang tunduk, tetapi juga bagaimana keputusan dibentuk, wacana disusun, dan struktur sosial mengatur ruang gerak individu.

Dimensi pertama kekuasaan adalah yang paling mudah dikenali: dominasi langsung. Di banyak organisasi, ini muncul dalam bentuk pemimpin yang memaksakan kehendak tanpa ruang musyawarah. Perintah menjadi hukum, dan ketika anggota tak tahan lagi, mereka keluar. Namun tak semua perpecahan bermula dari dominasi terbuka.

Dimensi kedua, yang lebih halus, menyangkut kendali atas agenda. Isu-isu penting yang dirasakan banyak anggota sering tak pernah sampai ke meja pembahasan. Bukan karena tidak penting, tetapi karena sengaja dihindari. Dalam struktur semacam ini, suara-suara alternatif tak diberi tempat, dan frustrasi tumbuh dalam senyap hingga meledak.

Dimensi ketiga menyentuh wilayah yang lebih dalam: manipulasi kesadaran. Dalam banyak organisasi, jargon-jargon seperti "solidaritas" dan "loyalitas" kerap dijadikan tameng untuk menekan kritik. Selama bertahun-tahun anggota merasa semuanya baik-baik saja, sampai kesadaran tumbuh bahwa nilai-nilai yang dijunjung selama ini ternyata menutup ketimpangan yang disembunyikan. Saat ilusi runtuh, rasa percaya ikut tumbang.

Namun dimensi keempat adalah yang paling kompleks: kekuasaan sebagai bagian dari struktur sosial. Di sinilah kekuasaan bekerja bukan dengan cara menindas, tapi membentuk. Ia mencetak identitas, membingkai cara berpikir, bahkan menentukan apa yang kita anggap mungkin dan tidak mungkin. Dalam kerangka ini, organisasi bisa pecah bukan karena konflik semata, tetapi karena struktur sosial internalnya tak lagi mampu merangkul perubahan nilai, generasi, atau cara kerja.

Bayangkan organisasi yang masih memelihara struktur hierarkis padahal anggotanya mulai mengadopsi nilai-nilai kolaboratif. Atau organisasi yang menuntut keseragaman dalam situasi sosial yang kian plural. Ketegangan antara struktur lama dan identitas baru itulah yang bisa menyebabkan perpecahan—bukan karena niat buruk siapa-siapa, tapi karena struktur yang gagal beradaptasi.

Pelajaran dari Haugaard jelas: untuk memahami perpecahan, kita tak cukup bertanya siapa yang bersalah. Kita perlu bertanya, bagaimana kekuasaan bekerja di dalam organisasi. Siapa yang bisa bicara dan siapa yang diam? Apa yang boleh diperdebatkan dan apa yang dianggap tabu? Bagaimana struktur internal membentuk cara orang merasa menjadi bagian, atau malah merasa terpinggirkan?

Jika organisasi ingin bertahan, ia tak hanya perlu kuat secara administratif, tapi juga lentur secara sosial. Ia harus belajar mendengar suara-suara kecil, membuka ruang untuk keberagaman, dan membiarkan nilai-nilai baru tumbuh dalam tubuhnya sendiri. Jika tidak, cepat atau lambat, retaknya akan menjadi pecah yang tak bisa direkatkan lagi.

Tamsela, 30 Mei 2025

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Insan Purnama

Sumber: opini

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Nilai-Nilai HAM: Antara Janji Moral dan Kenyataan Sosial

Selasa, 16 Desember 2025 | 09:38 WIB

Dugaan Perjudian di Gacha Game dan Loot Box di Indonesia

Minggu, 14 Desember 2025 | 14:51 WIB

PKB Blunder, M Nuh dan Nusron Berkibar

Jumat, 12 Desember 2025 | 19:39 WIB

Konflik di PBNU dan Hilangnya Ruh Khittah Ulama

Senin, 8 Desember 2025 | 16:19 WIB

OPINI: Ketika Rehabilitasi Menyalip Pengadilan

Kamis, 4 Desember 2025 | 12:25 WIB
X