Jika mengacu pada pernyataan di atas, penulis setuju mengenai gugatan yang dilakukan oleh PKS dalam pengurangannya Presidential Threshold yang semulanya 20 persen menjadi 7 persen dengan dalil akan melahirkan wajah-wajah baru yang potensial dari adanya kepercayaan masyarakat terhadap kualitas kinerja orang tersebut.
Persaingan siapa bakal calon presiden dan wakil presiden akan jauh lebih menarik dan lebih berwarna dengan melahirkan tokoh-tokoh baru bahkan bisa saja melahirkan pemimpin perempuan yang betul-betul memiliki kapabilitas dalam memimpin.
Namun, dalam melihat situasi seperti sekarang, sekiranya kita juga perlu berkaca perihal besar biayanya untuk menjadi kepala daerah apalagi kepala negara sekelas presiden dan wakil presiden.
Kalau gugatannya ditunjukan sebagai pencegah polarisasi kehidupan masyarakat, penulis agak kurang setuju. Jika kita melihat sampai hari ini tak begitu nampak polariasi di kehidupan masyarakat.
Masyarakat masih melakukan aktivitas yang nyaman dan tentram, sehingga pernyataan semacam ini agak kurang pas kalau bertujuan untuk mengurangi kouta Presidential Threshold tersebut. Apabila gugatan ini dikabulkan oleh Mahmakah Konstitusi (MK) akan banyak calon-calon yang memiliki kekuatan personal dan popularitas pribadi yang justru lebih banyak melahirkan partai baru.
Partai yang semestinya melahirkan pemimpin baru akan tetapi justru calon presiden yang melahirkan partai banyak partai. Sudah adanya Presidential Threshold dan Parliamentary Threshold partai-partai yang ada di negara kita hari ini merupakan partai-partai yang dibuat untuk mengantarkan satu orang menuju ke kursi kekuasaan.
Pengurangan menuju 7 persen saja akan terlihat ketara apalagi kalau Presidential Threshold betul-betul menjadi 0 persen, para oligarki-oligarki kecil kecil saja bisa membuat partai apalagi jika hal itu dilakukan oleh para oligarki-oligarki besar.
Apapun keputusan nanti yang dilakukan oleh Makhamah Konstitusi nanti, masyarakat tentu berharap keputusan itu merupakan keputusan yang baik dan betul-betul berpihak ke rakyat.
Pengurangan dan penghapusan Presidential Threshold sekalipun tidak akan memiliki pengaruh kuat kalau pada akhirnya yang mampu menjadi kepala negara membutuhkan modal besar ketimbang modal kepercayaan dan kapabilitas dalam memimpin.
Penulis: Annas Eka Wardhana
Artikel Terkait
Gelar Diskusi Daring, GIAD Dorong Komisi II Perhatikan Aspek Kebhinnekaan dalam Memilih Penyelenggara Pemilu
Ketua DPP Perindo Tegaskan Pemilu 2024 Tidak Bisa Mundur, Ini Alasannya
Bagaimana Sikap Presiden Joko Widodo tentang Isu Penundaan Pemilu 2024?
Ingin Kuasai Parlemen, Partai Golkar PALI Upatak-Atik Strategi di Pemilu 2024, Pasang Nama-Nama Potensial
Pengawasan Pemilu Partisipatif, Bawaslu Jakarta Barat berkomitmen mewujudkan pemilu yang berintegritas
Bawaslu Jakbar Berkomitmen Wujudkan Pemilu yang Berintegritas Bersama Alumni SKPP
KPU dan Presiden Sepakat Masa Kampanye Pemilu Dipersingkat dari 5 bulan menjadi hanya 90 Hari. Apa Alasan?
Resmi Diluncurkan, Ini 11 Tahapan Penyelenggaraan Pemilu 2024
Tingkatkan SDM Pengawas Pemilu Perempuan, Fitriani Rangkul Kader PKK Jakarta Barat